___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, December 24, 2018

Dari Demokrasi ke Kakistokrasi

Bagian I


Entah kenapa, kalau kita perhatikan banyak negara demokrasi saat ini sudah menjadi atau dalam perjalanan menjadi negara kakistokrasi. Contohnya US, Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, Itali, Venezuela, Indonesia…., dan ada bisa cari yang lain.

Apa itu kakistokrasi atau kakistocracy. Jawabnya bisa anda cari di internet dengan Google. Tapi meme berikut ini bisa menggambarkan makna kakistokrasi. Yang pasti tidak ada kaitannya dengan kaki dan secara etimologi bukan dari bahasa Indonesia.





Kalau itu masih belum jelas, mungkin  meme merikut ini bisa lebih menjelaskan.


Kalau sebuah negara dijalankan oleh orang-orang yang di dalam populasi menempati strata paling bawah dalam hal kemampuan untuk menjalankan pemerintahan maka negara itu cepat atau lambat akan berantakan. Contohnya Trump, Bush Jr. Macron, Theresa May. Tanpa orang-orang seperti ini, Prancis tidak akan ada demonstrasi yang besar seperti sekarang. Juga Indonesia, tidak akan ada 212, reuni 212 dan sebagainya. Demonstrasi di Prancis bukan sekedar dilatar-belakangi oleh kenaikkan pajak diesel, tetapi masalah tekanan hidup. Buktinya ketika pajak diesel dibatalkan, demonstrasi tetap berjalan terus. Apakah 212 atau reuni 212 juga dilatar-belakangi masalah tekanan hidup. Sangat mungkin, walaupun statistik ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah menunjukkan semuanya baik-baik saja dan berita-berita dari media massa (hampir) semua memberi gambaran yang cantik.

Berita minggu lalu tentang rakyat berpesta ketika pemimpinnya ditangkap untuk sebagai tersangka. Kecintaan terhadap pemimpin saat ini sudah tipis, bahkan lebih condong ke arah benci. Bupati Cianjur ditangkap dan dijadikan tersangka, malah rakyatnya pesta di jalan-jalan. Banyak yang memberi sumbangan makan dan minum gratis dalam pesta itu, karena rasa suka cita bupati yang dipilihnya ditangkap.


Pesta Rakyat Cianjur

Di Indonesia memang ada polarisasi yang tajam antara yang mendukung pemerintah dan pengkritik pemerintah. Cebong dan kampret istilah dunia maya. Pertentangan merekapun tajam. Dalam satu rumahpun mereka sering bersitegang. Pecari rejeki, seperti seorang bapak biasanya kampret pengkritik kalau akhir-akhir ini dia mengalami kesulitan menghidupi keluarganya. Istri atau anak-anaknya bisa jadi pendukung pemerintah, kecebong, terutama kalau mereka tidak mau tahu tentang makin sulitnya mencari rejeki. Istri saya termasuk kecebong karena dia tahunya menghabiskan uang bulanan dan selalu terima tepat waktu. Sedang saya anti pemerintah, karena melihat tahungan pelan-pelan mengempis selama 3 tahun terakhir ini. Sering saya bilang ke istri, kalau dia masih memuji-muji pemerintah atau dalam pemilu nanti tidak memilih opposisi, saya akan kasih kenaikan uang bulanannya seperti data-data pemerintah. Terutama inflasinya. Dengan kata lain, kenaikan uang bulanannya akan sekitar 3% dan dia harus bisa memperoleh barang kebutuhan yang sama, tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas. (Biar tahu rasa dia.)

Istri saya adalah penonton TV, sedang saya mengolah data. TV hampir semuanya pro-pemerintah sehingga yang para emak-emak pengangguran yang kerjanya cuma nonton TV dan minta duit dari suami tahunya adalah ekonomi versi pemerintah. Tidak tahu ekonomi yang riil.

Apakah ekonomi yang riil? Bagaimana prestasi pemerintah yang riil. EOWI akan tunjukkan angka-angka yang dikeluarkan pemerintah dengan penampilan yang agak berbeda, bukan  penampilan dari BPS atau media massa. Tetapi sebelumnya EOWI akan bertanya mengenai kandidat wakil presiden dan DPR serta KPU, kemudian silahkan jawab sendiri. Pertanyaan ini bukan untuk menghina atau melecehkan tetapi untuk membuka realita yang ada di negara ini.


Apakah calon ini punya kemampuan untuk memimpin negara?


Bagaimana dengan ini?

Kardus digembok?? Apa tidak ada yang lebih gila dari ini? Design ini konon disetujui DPR. Kardus dan gembok adalah kombinasi yang menarik.

Siapakah pemilih kakistikrasi? Apa dari golongan ini?

Apakah nantinya hasil pemilu bisa diharapkan bukan negara kakistokrasi? Kalau belum bisa menjawab dengan alasan belum jelas, mungkin banyak hal-hal yang yang tersamar dan perlu pengetahuan untuk mengetahui ciri-ciri bahwa negara ini sudah pada kategori kakistokrasi.

Beberapa waktu lalu muncul video di media sosial mengenai komentar ketua team sukses Jokowi-Ma’ruf yaitu Erick Thohir isinya tentang strategi kelompoknya dalam membangun negara dengan hutang. Ini adalah video yang dimaksud.



Erick mengatakan bahwa mengelola negara itu seperti mengelola bisnis. Dan selama ini, sebagian modalnya dari hutang. Dan dia tidak bisa mengerti bagaimana menjalankan bosnis atau negara tanpa hutang.

Opini Erick Thohir mewakili opini group Jokowi yang sekarang berkuasa. Dan applikasi opini itu kita bisa lihat dari meroketnya hutang BUMN dan hutang pemerintah.

Kalau saya ada di depan Erick saya waktu itu akan mengatakan: “Matamu Erick. Memangnya yang siapa akan membayar hutang itu?....apa kamu?”

Pembaca EOWI yang cerdas……, perusahaan, bisnis, tidak sama dengan negara. Hutang perusahaan yang membayar adalah pemilik perusahaan. Direktur, pemilik bisnis yang membikin hutang akan mempertanggung jawabkan pembayaran hutangnya. Bahkan bisa dipengadilankan kalau ngemplang dan ada kesalahan hukum.

Lain halnya dengan negara. Yang akan mengurusi pembayaran hutang itu adalah presiden atau pemerintahan 1 – 2 periode berikutnya bahkan bisa 5 periode berikutnya. Bukan pemerintahan yang membuat hutang yang mempertanggung jawabkan hutangnya. Dan yang membayar adalah orang-orang yang  ketika hutang itu dibuat masih anak-anak dan belum bisa ikut pemilu. Bukan semua orang-orang yang memilih dia. Sebagian orang-orang yang memilih dia mungkin sudah mati. Jadi pemerintahan yang mengandalkan hutang untuk pembangunan-pembangunan dan penjalankan pemerintahannya adalah orang-orang yang licik. Mereka yang bikin perkara dan orang lain yang harus bertanggung jawab. Oleh sebab itu pemerintah yang hidupnya dari hutang adalah dholim, apalagi hutangnya bukan hutang yang self liquidating.

Ayo kita Ini data.

Ketika JKW jadi presiden thn 2014:
GDP                        : $890.8 milyar
Hutang Pemerintah : $220.7 milyar

Tahun 2017
GDP                        : $1015.5 milyar
Hutang Pemerintah : $291.5 milyar

Selama 4 tahun
Kenaikan GDP        : $124.7 milyar
Kenaikan hutang     : $70.7 milyar
Kenaikkan GDP murni tanpa hutang: $54 milyar.
Dalam %: 54/890.8 = 6.06% dalam 4 tahun atau 1.48% per tahun.

Pembaca bisa menambahkan data hutang swasta, terutama BUMN, karena BUMN bekerja atas perintah pemerintah. Ini akan membuat pertumbuhan yang dikarenakan oleh bukan-hutang lebih kecil lagi.

Saya memilih cara ini untuk menilai kinerja pemerintah karena pemerintah bisa saja membuat hutang sebesar-besarnya dan membangun apa saja, baik yang berguna atau yang sama sekali tidak berguna seperti jembatan di perbatasan wilayah Tangerang Selatan-Depok-Jakarta, seperti terlihat pada gambar berikut ini. Saya juluki the bridge to nowhere. Saya tidak mengada-ada. Jembatan ini bisa dijumpai di jl. Mars Raya, Cinere Mas. Dan ada berapa banyak pembangunan infrastriktur seperti ini. Yang pasti Trans-Papua akan jadi a road with little use. Dari 3.5 juta penduduk Papua, ada berapa orang yang punya mobil sih?

The Bridge to Nowhere Cinere

Pemerintah juga bisa membuat proyek-proyek yang sama sekali absurd seperti kereta cepat, bullet-train, Sorong-Merauke di Papua, duitnya pinjam Cina dan pekerjanya didatangkan dari Cina. Mungkin Cina mau memberi pinjaman cukup besar seperti $ 1 trilliun asal semua didatangkan dari Cina. Dengan demikian Cina bisa memberi lapangan kerja bagi rakyatnya dan produk-produknya bisa dipasarkan. Dan itu sudah dilakukannya di Sri Langka, Pakistan dalan proyek One Road – One Belt.

Pertumbuhan yang besarnya 100% ini, dalam perhitungan GDP bisa disebut pertumbuhan GDP Indonesia, walaupun uangnya, orangnya dan materialnya dari Cina. Karena kegiatannya ada di Indonesia. Jadi Indonesia mempunyai pertumbuhan 100% yang menembus rekor manapun dan tidak berguna sama sekali. Tidak ada uang yang masuk ke Indonesia, tidak ada orang Indonesia yang memperoleh pekerjaan dari proyek-proyek tersebut. Akan tetapi tidak berguna, proyek seperti itu cukup membanggakan. Apa bullet train trans Papua tidak membanggakan?. Setidaknya bukan seperti the bridge to nowhere Cinere. Untuk proyek seperti bullet train Papua, pemerintah akan dapat applause yang meriah sekali.

Untuk pencitraan proyek semacam itu bagus. Hanya orang-orang yang waras matanya bisa melihat bencana dimasa datang. Membuat hutang jangka panjang, dengan masa tenor 20 - 30 tahun, adalah bencana. Artinya pemerintah akan mewariskan bencana yang serius kepada orang-orang yang tidak/belum punya hak pilih, bukan pemilih mereka. Licik.

Kita sudahi dulu sampai disini untuk bagian pertama. Berikutnya EOWI akan menjelaskan, kenapa membuat hutang jangka panjang adalah kekejaman kepada kanak-kanak yang belum punya hak suara. Jaga kesehatan dan tabungan anda baik-baik. Sampai nanti, insya Allah.


Jakarta 24 Desember 2018

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Monday, November 26, 2018

Mini Ice Age – Global Cooling


(Bagian – 1: Hoax Terbesar Abad 21 dan Kebenaran)
Dua atau tiga  dekade lalu anda sering dengar istilah yang menjadi sangat populer yaitu global warming. Katanya global warming ini akibat emisi gas-gas green house (gas rumah kaca). Tudingan gas rumah kaca itu tertuju pada CO2 sebagai akibat ulah manusia. Gas CO2 ini adalah emisi hasil pembakaran fossil fuel, bahan bakar fossil.

Ada yang pro yang suaranya lantang dan ada yang kontra, yang suaranya kurang terdengar. Dasar argumen kubu yang kontra adalah, bahwa kentutnya sapi yang merupakan gas methane juga gas rumah kaca yang dari dulu sejak tahun dal sudah dilepaskan lewat anus-anus sapi. Tidak hanya itu, methane itu lebih potent sebagai gas rumah kaca. Walaupun dengan argumen yang kuat ini, walaupun suara kubu kontra ditekan lewat keras-kerasan suara teriakan. Banyak politikus yang tentu saja tidak punya ilmu yang cukup untuk membuat analisa hal seperti ini, menyuarakan gagasan global warming. Kubu global warming memperlakukan persaingan ini seperti kontes popularitas. Bukan sebagai debat ilmiah untuk mencari kebenaran.

Salah satu pemandu sorak dari kubu global warming adalah mantan wakil presiden US, Al Gore. Tahun 2006 dia menulis dan membintangi film yang berjudul An Inconvenient Truth. Dan film ini memperoleh hadiah Oscar untuk Best Documentary Feature dan Best Original Song. Artinya film ini dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan/untuk memperoleh respon yang baik dari masyarakat. Dana banyak dikucurkan ke kubu ini. Dukunganpun semakin banyak. Undang-undang pembatasan emisi karbon, pajak karbon semakin banyak diadopsi di banyak negara. Negara-negara yang meratifikasi pejanjian pembatasan emisi karbon semakin banyak.

Global warming adalah hoax terbesar pada abad 21. Penyebarnya adalah para politikus. Kalau dulu EOWI sering mengatakan bahwa: “ada penipu, ada penipu ulung, ada politikus dan ada Cut Zahara Fona”, nampaknya para politikus seperti Al Gore sekarang bisa menyaingi penipu kelas Cut Zahara Fona. Apakah peningkatan kualitas politikus ini benar? Tunggu sampai ada Cut Zahara Fona, Joko Suprapto atau Raja Idrus – Ratu Markonah yang baru.

Tetapi kebenaran tidak diperoleh dari kontes popularitas. Ilmuwan sejati yang tentu condong dan berpihak pada data serta argumen yang logis, tetap bersikukuh memnyodorkan data-data yang otentik dan membatah data-data yang dimanipulasi oleh para politikus, hoax atau propaganda ala An Inconvenient Truth. Dampaknya sudah mulai terlihat. Perlahan-lahan istilah global warming berganti menjadi climate change. Perhatikan perubahan istilah ini. Dan……, bukan tidak mungkin nanti istilah climate change berubah menjadi global cooling atau mini ice age.

Mini ice age bukan lah hal yang baru. Sebelumnya pernah terjadi kira-kita antara tahun 1400 – 1800. Tepatnya, kapan dimulai, kapan berakhir dalam perdebatan para pakar. Tentu saja demikian karena mini ice age merupakan proses yang cukup lama menurut ukuran umur manusia. Dari semua itu yang tercatat dalam sejarah di tahun 1645 – 1715, pada musim dingin di Eropa, banyak sungai-sungai yang membeku, seperti sungai Thames di London.

Berbeda dengan kubu global warming, modelnya sulit diterima, seperti dasar terjadinya global warming adalah CO2 akibat kegiatan manusia. Benarkah meningkatnya kadar CO2 di atmosphere akan menyebabkan kenaikkan suhu bumi?

Kenyataan saat ini adalah sebaliknya. Beberapa gejala sudah nampak akan munculnya mini ice age dimasa mendatang. Bahkan mungkin tahap awalnya sedang berlangsung. Ini akan lebih memperkuat posisi kubu global cooling.  Sedangkan kubu global cooling punya dasar eksperimen laboratorium untuk memperkuat modelnya. Bisa saja ada kompetisi andata global warming yang disebabkan CO2, tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi global cooling nampaknya akan lebih mendominasi.

Walaupun kita mungkin tidak mengalami bottom atau bagian ekstrim dari mini ice age ini setidaknya kita akan mengalami proses global coolingnya sendiri. Tidak hanya itu, sebagai orang tua, kita bisa mempersiapkan anak-anak dan cucu-cucu menghadapi periode global cooling.

EOWI ingin menyentuh beberapa aspek dari dampak global cooling terhadap manusia serta peluang-peluang apa yang terbuka dimasa depan.


Data dan Fakta

Salju Di Gurun
Beberapa tahun terakhir ini kita mendengar turunnya salju di Saudi Arabia. Kalau turunnya di wilayah Tabuk yang berada di utara dekat dengan Jordania, Syria dan Israel, kita tidak perlu heran. Ini terjadi tahun 2016 pada bulan Desember. Tetapi jika salju ini turunnya di Mekkah dan Madinah serta wilayah-wilayah di daerah itu lain ceritanya. Tahun 2014, 2016 dan 2018 hujan es melanda Mekkah dan atau Madinah. Ini baru cerita yang seharusnya membuat kita mempertimbangkan lagi, apakah kejadian ini akan berlanjut dan merupakan awal dari suatu proses yang panjang.



Mekkah turun salju tahun 2016 (https://youtu.be/3FSGKg4MdRQ)



Mekkah Turun salju tahun 2014 (https://youtu.be/8Htlc9GfM48)



Jalan antara Mekkah dan Madinah 2016 (https://youtu.be/EkHv349AK2o)



Hujan es di Saudi Arabia 2018 (https://youtu.be/66Px2grmB3c)

Perhatikan reaksi orang-orang di video ini, kelihatan norak, karena mengalami hal yang baru.

Penebalan Lapisan Salju di Greenland
Salju glacier di kutub utara, termasuk Greenland mempunyai dinamika siklus tahunan. Pada musim panas, salju glacier mencair dan mengalir ke laut dari bulan Juni sampai Agustus. Pada bulan-bulan ini glacier di Greenland menyusut karena glacier yang cair mengalir ke laut bukan tetap di daratan. Tetapi kemudian dari bulan September ke bulan Mei dengan turunnya salju, es dan hujan yang membeku, akumulasi terjadi lagi dan lapisan es glacier menebal kembali. (Lihat chart berikut)


Chart-1
Untuk mengamati apakah salju glacier di Greenland dari tahun ke tahun menyusut (menunjukkan global warming) atau menebal (menunjukkan global cooling), dapat dilakukan pengukuran pada setiap bulan September. Jika ada kenaikkan maka itu menunjukkan global cooling dan jika ada penyusutan, maka itu global warming.

Tiga  orang ahli cuaca Denmark, Dr Ruth Mottram, Dr Peter Langen and Dr Martin Stendel dari Danish Meteorological Institute (DMI) di Copenhagen, menunjukkan bahwa tahun 2011 – 2012 pun ada surplus endapan salju sekitar 50 G-ton. Artinya pada tahun itu antara salju yang mencair dengan curah salju, masih lebih banyak salju diendapkan di tanah Greenland. Dan untuk tahun 2016 – 2017 surplusnya semakin banyak yaitu 550 G-ton. Jadi salju di Greenland sebenarnya menebal dan meluas sejak 2011 dan mungkin mengalami percepatan. Walaupun demikian penambahan massa glacier tahun 2016 – 2017 ini masih dalam kisaran statistik selama 30 tahun, antara 1981 – 2010 (area berwarna abu-abu). Jadi untuk mengatakan global cooling masih terlalu dini. Kita bisa mengatakan bahwa trendnya mengarah pada global cooling, bukan global warming. Dan saat ini masih dalam phase awal.

Chart-2


Teori Gas Rumah Kaca vs Teori Aktivitas Matahari

Kubu global warming mempunyai argumen bahwa CO2 hasil pembakaran fossil fuel adalah gas rumah kaca, yang akan menahan panas matahari yang jatuh ke bumi dan menghambat pelepasannya keluar atmosfir bumi. Jadi dengan bertambahnya gas rumah kaca maka panas dari sinar matahari akan terkungkung di dalam atmosfir bumi. Teorinya demikian sederhana dan mudah dicerna oleh orang awam dan politikus. Oleh sebab itu teori ini mendapat banyak dukungan dari orang awam dan politikus. Politikus yang otaknya pas-pasan menjadi corong kubu ini. Dana dikucurkan untuk kampanye mitigasi global warming dan untuk usaha-usaha/program menahan laju global warming. Bahan bakar ramah lingkungan dan segala macam program tetek-bengek, dari mulai konfrensi sampai pembuatan peraturan, undang-undang serta program yang mendorong penggunaan green energy dijalankan untuk mengurangi emisi CO2

Teori sunspot cycle adalah yang dijadikan pegangan bagi kubu global cooling.

Aktifitas matahari tidak selalu konstan. Pada masa aktif dan sibuknya matahari mengeluarkan letupan-letupan atau badai di permukaan yang ditandai dengan peningkatan aktivitas magnetik. Bagian-bagian matahari yang aktif ini disebut sunspots karena bentuknya seperti bintik-bintik di matahari. Letupan-letupan ini menghasilkan solar wind (angin matahari) yang memancar keluar dan menerpa salah satunya bumi.

Solar wind pada dasarnya terdiri dari proton (ion hidrogen) dan ion helium (sinar alpha). Dalam banyak hal partikel-partikel/atom bermuatan ini punya peran yang penting dalam melindungi bumi dari radiasi sinar kosmik (cosmic rays) yang banyak mengandung sinar gamma yang mempunyai energi tinggi. Sinar kosmic ini yang berasal dari ledakan nova dan supernovae.

Permukaan bumi sendiri terlindung dari solar wind karena adanya medan magnit bumi.

Gambar di bawah ini bisa memberi illustrasi tentang solar wind, cosmic rays dan medan magnet bumi.

Illiustrasi-1

Beberapa ilmuwan Denmark lainnya seperti Henrik Svensmark dari Technical University of Denmark, baru-baru ini bisa menunjukkan bahwa partikel-partikel terionisasi bisa memicu terbentuknya inti titik-titik air yang hasil akhirnya adalah pembentukan awan. Dengan kata lain partikel terionisasi membantu pembentukan awan.

Penemuan ini ada kaitannya dengan sinar kosmik, dimana sinar kosmik yang berenergi tinggi ini masuk ke atmosfir akan menghantam atom-atom di udara dan membuat atom-atom ini bermuatan, alias menjadi ion. Selanjutnya ion-ion ini akan membantu pembentukan awan.

Oleh sebab itu, pada saat aktivitas matahari berkurang, sinar kosmik banyak yang masuk ke bumi, pembentukan awan akan lebih mudah. Dan selanjutnya bisa ditebak. Sinar matahari terhalang untuk menerpa permukaan bumi karena awan. Awan-awan yang berwarna putih itu memantulkan cahaya matahari keluar bumi. Inilah yang menyebabkan suhu bumi mendingin.

Sunspot cycle punya rentang siklus antara 9.5 – 12 tahun (Chart-3). Satu setengah abad yang lalu panjang siklus ini sekitar 11.5 – 12 tahun. Tetapi dengan perjalanan waktu secara perlahan-lahan siklus ini memendek, dan yang terpendek adalah sekitar 9.5 tahun yaitu pada tahun 1986 – 1996. Setelah itu siklus ini ada tanda-tanda kembali memanjang.

Chart-3

Tadi disebutkan bahwa sunspots, solar wind, berkaitan dengan berkurangnya potensi terbentuknya awan, dengan demikian assosiasinya adalah bertambah panasnya bumi. Panjang-pendek siklus berhubungan langsung dengan pancaran solar wind. Oleh sebab itu diharapkan panjang-pendeknya siklus sunspot punya korelasi yang dekat dengan perubahan suhu rata-rata bumi.

Chart-4 sejalan dengan hipotesa di atas. Pada Chart-4 ini juga diplot kadar CO2 yang jelas sekali tidak bisa dikorelasikan ke suhu bumi. Chart-4 ini jelas sekali mendukung hipotesa sunspot cycle dan menumbangkan hipotesa gas rumah kaca dalam kaitannya dengan pemanasan bumi.

Chart-4

Banyak ilmuwan dari kubu global cooling masih tawadhu (modest) dengan mengatakan bahwa ilmu mereka masih belum cukup dan banyak yang belum diketahui mengenai iklim dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Walaupun demikian, itu tidak menghalangi mereka untuk membuat ekstrapolasi, seperti yang ditunjukkan pada Chart-3. Menyimpulkan bahwa dalam masa 5 – 10 dekade mendatang pola sunspot cycle akan membentuk minimum seperti Maunder Minimum yang selanjutnya menyebabkan mini ice age, adalah terlalu dini. Kecuali para ilmuwan punya predictive sun activity model, maka ekstrapolasi semacam ini bisa disebut spekulasi. Walaupun itu termasuk educated guess yang tidak bisa dibantah atau dikukuhkan. Andaikata mini ice age terjadi, titik nadirnya akan berkisar pada tahun 2050 – 2100. Masih lama. Tetapi apa yang akan terjadi pada masa transisi, itu yang amat penting. Karena pada masa itu banyak perubahan-perubahan yang akan terjadi. Perubahan dari normal yang lama ke normal yang baru. Itu menjadi daya tarik tersendiri. Curah hujan meningkat. Tanah longsor, bahkan ada yang berpikir gempa bumi dan letusan gunung berapi akan sering terjadi. Apakah anda dan anak anda siap?


Kita sudahi dulu dongeng ini. Insya Allah akan dilanjutkan dengan bagian selanjutnya. Jaga kesehatan anda baik-baik dan juga tabungan anda.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

Wednesday, September 19, 2018

Biodiesel: The Devil is in the Details (Ketidak-bijakan Pemerintah)

Tulisan (katanya dari) L.B. Panjahitan dan Komentar EOWI (2)


Salah satu solusi dari melemahnya rupiah adalah peningkatan kandungan minyak sawit di dalam biodiesel dari 10% menjadi 20% dan ini disebut B20, mungkin singkatan dari Biodiesel 20%.

Kelihatannya ini adalah solusi yang bagus untuk mengurangi impor, menghemat devisa dan secara pelestarian lingkungan juga bagus, karena biodiesel adalah energi terbarukan (renewable) alias green energy. Begitu bukan?

Dalam tulisan ini, EOWI akan membuktikan bahwa penjelasan dan alasan itu adalah omong kosong. Menggantikan sebagian diesel dengan biodiesel yang berasal dari CPO (minyak sawit) akan menambah beban pada ekonomi, keuangan pemerintah dan penggunaan uang pajak. 

Ide biodiesel secara garis besarnya memang indah. Tetapi the devil is in the details. Artinya, jika sudah memasuki detailnya biodiesel adalah pepesan kosong yang akan merongrong keuangan negara.

Sebenarnya dengan cara orang bodoh saja bisa dijelaskan bahwa secara ekonomis, biodiesel itu tidak ekonomis. Cukup dengan pertanyaan investigative: “Kalau biodiesel memang bagus, kenapa kok tidak terlihat banyak yang berpindah ke biodiesel?”. Tidak perlu lagi eksplorasi minyak yang resiko gagalnya tinggi. Tidak perlu lagi ada enhanced oil recovery yang mahal. Tidak perlu lagi fracking yang mahal……. dan seterusnya. Cukup menanam sawit di setiap halaman, di setiap  tepi jalan, taman, pinggir kali dan memperoleh bahan bakar. Setiap negara punya tanah-tanah yang bisa dimanfaatkan untuk sawit. Tetapi kenapa hal ini tidak terjadi? Bahkan dulu pernah digembar-gemborkan bahwa tanah-tanah tandus dan tidak subur bisa ditanami jatropha (jarak) untuk bio-fuel, ternyata tidak pernah bisa terwujud. Kenapa?

Jawabnya sudah pasti: “Tidak menggiurkan, bahkan proyek itu akan merongrong kocek. Proyek yang secara ekonomis akan rugi”. Dan itu yang kan EOWI buktikan.

Biodiesel Butuh Minyak Bumi
Entah dari mana datangnya ide biodiesel. Yang pasti akan ditolak mentah-mentah oleh pelaku ekonomi yang sejati. Jadi kemungkinan ide ini datangnya dari lembaga riset pemerintah atau LSM yang hidupnya jauh dari ekonomi nyata. Saya tahu beberapa kenalan saya di ITB melakukan riset ini.

Untuk menghasilkan bio-fuel seperti minyak sawit, atau minyak jarak (jatropha) perlu minyak bumi. Ini yang sering diabaikan. Untuk menghasilkan biodiesel, perlu pupuk yang terbuat dari minyak bumi, perlu herbisida dan insektisida yang juga terbuat dari minyak bumi. Untuk memproses buah sawit dan mengambil minyaknya, perlu energi, dan sebagian dipasok oleh minyak bumi. Untuk transportasi buah sawit ke kilang, tidak menggunakan keledai atau kuda, melainkan dengan truk yang perlu minyak.

Sampai disini pembaca tentunya sudah bisa menebak, dimana tempat persembunyian jin iprit nya. Yaitu pada kenyataan bahwa untuk menghasilkan bio-fuel diperlukan minyak.

Selanjutnya untuk memperjelas persembunyian si jin iprit, yang diperlukan adalah menghitung effisiensi energinya dan cash-flownya saja.

Heating value (sebut saja kalor bakar, energi yang dihasilkan oleh pembakaran) dari diesel adalah 45.5 MJoule/kg diesel. Jika berat jenis diesel adalah 0.832 gr/cc, maka harga energi yang dihasilkan diesel per kcal (kilo kalori) bisa dihitung. Konstanta konversi dari MJoule ke kcal adalah 238.85 kcal/MJoule.

Untuk minyak sawit CPO, kalor bakarnya 39.6 MJoule/kg. Inipun bisa dihitung harga energinya dalam US$/kcal.

Berikut ini adalah kurva harga CPO di spot market Malaysia dan diesel di spot market New York. Semuanya dalam satuan US$ per juta kcal. Kita lihat pada chart ini bahwa harga diesel tidak jarang sekali berada di atas harga minyak sawit/CPO. Hal itu tidak mengherankan, karena untuk membuat minyak sawit diperlukan minyak bumi. Bisakah harga minyak sawit lebih rendah dari diesel secara langgeng, bukan sementara saja? Mungkin….. bisa. Kalau ada teknologi yang membuat yield produksi sawit tinggi sekali.

Chart-1

Untuk lebih memperjelas, bentuk kurvanya diubah sedikit. Yaitu perbedaan harga CPO dengan harga diesel. Dan area yang diarsir merah adalah periode dimana harga diesel lebih tinggi dari harga CPO. Kondisi yang demikian terjadi hanya sesaat, yaitu tahun 2005 – 2006, akhir tahun 2008, dan beberapa kali di tahun 2013 dan 20014.


Chart-2

Dari CPO ke Biodiesel FAME
Biodiesel tidak sama dengan CPO atau minyak sawit. Minyak sawit atau CPO cenderung untuk terurai menjadi asam lemak dan gliserin. Walaupun asam lemak bukanlah asam yang kuat, tetapi dalam jangka panjang akan membuat korosi pada peralatan. Oleh sebab itu perlu diubah menjadi senyawa lain yang lebih stabil, yaitu Fatty Acid Methyl Ester disingkat FAME. Disini CPO harus direaksikan dengan methanol. Tentu saja ini akan ada biaya tambahan. Dengan berpegang pada dalil bahwa semakin panjang rantai proses, harga produk semakin mahal maka Harga FAME selalu lebih tinggi dari CPO.

Chart berikut ini (Chart-3) menunjukkan harga FAME di spot market. Dalam 3 tahun terakhir, harga rata-ratanya sekitar $900 per ton. Sedangkan CPO sedikit di bawah $700 per ton, atau 25% lebih rendah dari FAME.

Chart-3

Heating value FAME sedikit lebih rendah dari CPO, yaitu sekitar 38 MJoule. Atau sekitar 4% lebih rendah dari CPO. Jadi dalam satuan kcal, kilo kalori, harga FAME sekitar 30% lebih mahal dari diesel. Jadi kalau Chart-2 yang diplot adalah perbedaan harga kalor bakar antara FAME dan diesel, maka bagian yang diarisir merah akan hilang. Artinya sepanjang sejarah (jika ada data harga FAME dimasa lalu) diesel tidak pernah lebih rendah harga kalorinya dibanding dengan biodiesel. EOWI memplot harga CPO dgn diesel karena CPO punya histori harga yang cukup panjang. Jadi CPO dijadikan proxy untuk FAME.

Variable Yang Hilang Dalam Persamaan
Di atas sudah ditunjukkan bahwa harga biodiesel per energi yang dihasilkannya mahal. Lalu kenapa dipaksakan? Bukankah itu proyek rugi dilihat dari segi aggregat ekonomi Indonesia.

Seseorang akan berargumen bahwa untuk menekan keluarnya devisa dari impor, perlu biaya. Dan harga bahan bakar yang mahal itu adalah harus dibayar demi menyelamatkan rupiah.

Benarkah demikian?

EOWI tidak mudah percaya.

Pertama. Salah satu bahan baku untuk membuat FAME adalah methanol. Dan methanol harus diimpor. Produksi dalam negri terlalu kecil untuk menutupi keperluan untuk membuat FAME. Tetapi ini mungkin hanya faktor yang kecil, karena methanol yang dibutuhkan sekitar 15% dari biodiesel saja dan harganyapun hanya sekitar 70% dari CPO.

Kedua. Suatu pertanyaan yang menggelitik di otak EOWI: “Apakah Indonesia punya pabrik FAME?.” Setidaknya akan perlu tambahan kapasitas. Untuk meningkatkan kapasitas ini tentu perlu pabrik baru. Itu adalah impor barang modal. Kalau tidak mau membuat di dalam negri, maka harus impor. Dan ini justru akan membuat defisit perdagangan melebar. Karena setiap persen diesel akan diganti oleh FAME dengan jumlah yang sama, tetapi harganya lebih mahal. Dengan kata lain, mengurangi impor diesel dan menggantikannya dengan FAME yang lebih mahal akan melebarkan defisit perdagangan.

Jadi setidaknya ada dua (2) faktor yang masih tersisa untuk melengkapi gambaran yang menyeluruh tentang biodiesel sebagai solusi untuk mengurangi impor dan menghemat devisa. Jawabannya mungkin tidak ada devisa yang dihemat, bahkan defisit bisa melebar. Dan EOWI tidak tahu (karena tidak punya datanya).

Siapa yang Diuntungkan?
Di atas sudah ditunjukkan bahwa harga biodiesel per energi yang dihasilkannya mahal. Itu harus dibayar, entah oleh konsumen (untuk diesel non-subsidi) atau dibayar oleh rakyat lewat pajak dan hutang. Harus diingat bahwa pemerintah bukan institusi yang menghasilkan uang dan kemakmuran, tetapi badan yang merampok secara legal (disebut pajak) orang-orang yang berhasil dalam menciptakan kemakmuran dan mendistribusikannya kepada kaum yang miskin untuk memperoleh vote dan kepada kroni-kroninya.

Biodiesel di negara-negara maju seperti Eropa barat adalah untuk pencitraan. Biodiesel diassosiasikan dengan green energy. Walaupun harganya lebih mahal, demi pencitraan harus ditelan juga. Apakah rakyat Indonesia juga harus menelan tambahan biaya yang tidak perlu ini? Dalam jangka panjang, biodiesel ini akan ditinggalkan orang, seperti gema global warming. Tahukah anda bahwa istilah global warming sedang mengalami penenggelaman, dan perlaha-lahan diganti dengan climate change. Karena global warming itu tidak ada. Yang ada dan nyata adalah global cooling. Saya tidak terlalu heran jika dalam beberapa abad mendatang, ice age akan muncul. Lain kali kita bahas hal ini untuk pengetahuan saja.

Secara ringkas bisa dikatakan bahwa konsumen, rakyat, seperti saya ini tidak diuntungkan, malah dirugikan. Devisa (mungkin) tidak dihemat. Dari sudut pelestarian alam pun perkebunan sawit bukan bisnis yang ramah lingkungan. Untuk membuka kebun sawit, telah terjadi pembabatan hutan, penggusuran satwa liar langka seperti harimau, gajah dan orang utan. Dan juga pembakaran hutan sebagai cara yang murah untuk membuka lahan. Belum lagi, bahwa sawit sangat menuntut banyak pupuk.

Lalu untuk apa? Pasti harus ada kelompok yang diuntungkan.

Kalau dilihat mata rantainya, yang diuntungkan adalah:
  • Produsen CPO
  • Produsen dan/atau importir FAME
  • Produsen dan/atau importir methanol
  • Periset yang dapat research grants dan LSM penggiat green energy
Itu yang bisa saya lihat. Semua aliran uang dari kocek konsumen/pembayar pajak ke kocek produsen CPO dan produsen/importir FAME legal dan syah sesuai dengan undang-undang.

Sekian dulu, jaga kesehatan dan tabungan anda baik-baik. Kalau tulisan ini mau diviralkan silahkan, semoga bisa dibaca oleh teman-teman di badan-badan riset sehingga mereka bisa berpikir waras dan cerdas, bukan seperti oxymoron.



Jakarta 20 September 2018.

Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.