___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, April 16, 2015

Ramalan Untuk Tahun Kambing 4713 (IV)



Gejolak 2014 – 2020: Sepuluh Potensi Pemicu Krisis  (IV)

Dua minggu lalu kita mulai suatu topik yang berjudul Sepuluh Potensi Pemicu Krisis dalam kerangka Gejolak 2014 – 2020. Topik yang sama juga dimaksudkan sebagai ramalan untuk tahun Kambing 4713. Poin-poin 10 potensi pemicu krisis yang akan menjalar ke full-blown 2014 – 2020 crisis (sengaja saya gunakan bahasa Inggris sebab saya mengalami kesulitan mengekspressikannya dalam bahasa Indonesia) yaitu:
  1. Bubble hutang dan bubble properti Cina meletus
  2. Penghembusan bubble US dollar
  3. Jerman mengalami resesi dan krisis disusul zone Euro
  4. Zone Euro pecah, Yunani keluar dari zone Euro diikuti oleh Spanyol, Portugal, Itali
  5. Dot Com jilid II
  6. Indeks Dow Jones secara teknikal terkoreksi dan dipersepsikan sebagai koreksi tajam.
  7. Kejatuhan harga bahan komoditi tambang dan minyak berlanjut dampaknya ke emerging market dan negara-negara OPEC
  8. FFF bubble meletus, junk bond bubble meletus
  9. Cuaca buruk, gagal panen dan krisis pangan (melonjaknya harga bahan pangan)
  10. Ekspor terorisme ke nagara barat (2000)
Untuk minggu ini, akan dibahas lanjutan dari minggu lalu, yaitu Jerman mengalami resesi dan Zone Euro pecah. Keduanya sebenarnya saling kait-mengait. Tetapi sebelum melanjutkan ke topik tersebut, kita akan melihat perkembangan dunia dalam kaitannya  ramalan 10 pemicu krisis.
Sebelum melanjutkan ke poin 3 dan 4, ada beberapa perkembangan mengenai poin ke 9 sebagai pemicu krisis, yaitu cuaca buruk, gagal panen dan krisis pangan. Mungkin pembaca membelalakkan mata melihat cuaca buruk dan gagal panen dijadikan pemicu krisi no.9. Bagi pembaca yang tinggal di Jakarta entah mengamati atau tidak, tetapi sungai-sungai di Jakarta masih tinggi level airnya. Sunter kadang-kadang banjir. Bahkan ketika artikel ini sedang ditulis, di Metro TV, disiarkan bahwa ada 2 rumah di Banjarnegara, hanyut oleh banjir dan juga Bandung Selatan.  Dari internet bisa dilihat sejak Februari lalu, beberapa tempat yang terkena banjir seperti Ngawi, Sumbawa, beberapa tempat di Jakarta, pantai utara Jawa (Pantura),......dan banyak lagi. Silahkan mencarinya di internet. Tetapi yang pasti, musim hujan belum selesai. Dan cuaca buruk seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi sifatnya global. Global warming? Bukan....., melainkan global cooling. Bulan Maret lalu, yang seharusnya sudah musim semi, tetapi di Itali, di US, New York masih turun salju. Bahkan minggu depan diramalkan akan ada badai salju di US. Pada saat harapan kita melihat bunga-bunga berkembang di bulan April, eee.. malah salju yang turun. Apakah ini global cooling bukan? 
Lalu, dalam kaitannya dengan bubble US dollar, tanggal 11 April ini, US dollar indeks kembali akan menguji level 100, setelah terkoreksi sampai ke level 96.
Itu berita terkini dari potensi pemicu krisis yang patut dimonitor sepanjang setengah dekade ini.

Jerman Mengalami Resesi Dan Krisis Disusul Zone Euro

Negara yang menjadi tiang penyangga zone Euro adalah Jerman, dalam arti diantara anggota-anggota zone Euro, Jerman adalah negara yang ekonominya paling besar (disusul Prancis). Sehingga kalau terjadi segala sesuatu yang buruk pada Jerman, maka dampaknya akan mengenai zone Euro lainnya. Dari tren pertumbuhan GDP Jerman, terlihat bahwa Euro sedang mengalami ancaman resesi. Sejak dari tahun 2011 GDP Jerman mengalami tren turun dari sedikit di atas 2% ke sekarang di antara nol dan satu. Kita bisa mengatakan bahwa penurunan dari 2% ke 0.5% secara nominal, kecil saja besarannya. Tetapi kalau dilihat dari tolok ukur lain, 2% adalah 4 kali 0.5%. Jadi cukup besar.


EOWI menempatkan Jerman sebagai pemicu krisis 2014 – 2020 no. 3 karena pertumbuhan GDP Jerman yang loyo dan penggerak pertumbuhan GDP Jerman, yaitu demografi, saat ini mengalami penuaan serta lemahnya pengganti generasi baby boomer Jerman yang memasuki masa pensiun. Dengan kata lain, konsumsi di Jerman akan menurun karena penuaan populasinya dan ini akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Jerman. Selanjutnya akan menjalar ke zone Euro.
Memang ECB (sentral bank Eropa) berusaha memompa ekonomi dengan QE (quantitative easing) yang aggressive. Ketika pertumbuhan ekonomi Jerman negatif pada kwartal II 2012, likwiditas dipompakan dengan membeli bond-bond pemerintah, sehingga ekonomi bisa rebound dan kembali di atas 0%. Harga bond naik dan yield bond dengan jangka jatuh tempo yang lama menjadi negatif. Bond pemerintah Jerman yang jatuh tempo 6 tahun, misalnya, mempunyai yield yang negatif. ZIRP atau  Zero Interest Rate Policy sudah berubah menjadi Negative Interest Rate Policy (NIRP). 


Memang pertumbuhan ekonomi bisa dipertahankan tidak mengalami kontraksi lebih dari 2 kwartal dengan usaha yang demikian aggressif. Investor pengejar bunga (penabung dan pensiunan), dihajar habis-habisan dengan diberi bunga yang negatif, dan berharap kecenderungan menabung mereka ini ditekan sehingga mau meningkatkan konsumsi. Tetapi mereka ini tidak bisa distimulasi untuk berbelanja padahal kredit murah juga disediakan. Hal ini nampak pada inflasi yang terjaga rendah. Turun dari sekitar 2.5% di tahun 2011 ke sekitar nol di tahun 2014 – 2015. Ini disebut deflasi. Mungkin orang akan lebih suka menyimpan uangnya di bawah kasur ketika dengan suku bunga negatif dipaksa berbelanja. Inilah deflasi.



Zone Euro Pecah, Yunani Keluar Dari Zone Euro Diikuti Yang Lain

Antara zone Euro pecah dan Jerman mengalami resesi adalah konsekwensi yang berurutan. Ketika Jerman mengalami kesulitan ekonomi, maka Yunani akan terkena dampaknya. Tidak ada resesi di Jerman saja, Yunani mengalami kesulitan untuk membayar hutang-hutangnya, apalagi kalau Jerman jatuh dan pada posisi tidak bisa membantu. Jerman yang ekonominya mengandalkan ekspor, memerlukan anggota-anggota Euro pinggiran, seperti Yunani, Spanyol sebagai saluran ekspor barang-barang produksinya. Jadi wajar kalau Jerman mau membantu kesulitan negara-negara Euro pinggiran itu, karena ada pamrih.
Tetapi perdagangan yang tidak berimbang, dalam hal ini neraca Jerman selalu surplus sedangkan negara-negara zone Euro selatan selalu defisit, tidak bisa berlangsung terus dan suatu saat secara alami akan ada koreksi. Untuk sistem moneter yang didasari emas, neraca perdagangan yang timpang tidak bisa berlangsung lama, karena ketika emas harus berpindah tangan. Jerman menerima emas sedangkan negara zone Euro selatan menerima barang dari Jerman. Dalam kerangka sistem uang fiat berbasis hutang, ketimpangan neraca perdagangan seperti yang disebutkan di atas bisa berlangsung lama sekali. Dan inilah yang terjadi. Tetapi, yang disebut lama juga ada batasnya. Apakah sekarang ini sudah dekat dengan perbatasan itu? Ini adalah pertanyaan 323 milyar euro.
Dalam hal memberi bantuan, Jerman juga akan mempertimbangkan apakah bantuannya akan berguna bagi dirinya sendiri, dengan kata lain, apakah eknomoni Jerman bisa dipertahankan tidak mengalami kontraksi. Kalau ekonomi Jerman tidak bisa tumbuh, apa lagi yang mau diharapkan Jerman. Artinya bantuan Jerman sia-sia, pamrihnya tidak terbalas. Apalagi kalau bantuannya tersebut beresiko tidak bisa dibayar kembali.
Euro adalah eksperimen yang kemungkinan gagal dan tidak berumur panjang. Satu mata uang tanpa sistem fiskal yang terintegrasi. Sekarang sudah berumur 16 tahun. Saat ini pemerintah Yunani harus menyediakan sekitar €11 milyar antara akhir Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015. Yaitu € 4.3 milyar di bulan Maret ini, € 3.5 milyar di bulan Juli dan € 3.2 milyar di bulan Agustus. Problemnya adalah pemerintah Yunani tidak punya uang.  Pemerintah Yunani sepanjang ingatan EOWI selalu mengalami defisit di dalam budgetnya. Artinya pemerimaan pemerintah selalu lebih kecil dari pada belanjanya. Perolehan pajaknya sepanjang ingatan EOWI tidak pernah bisa membayar pegawai pemerintah, melakukan perawatan infrastruktur, program-program sosial dan kewajiban-kewajiban yang dijanjikan pemerintah lainnya.


Akibat dari budget defisit yang berkepanjangan ini, hutang pemerintah Yunani semakin bertumpuk. Apakah Yunani bisa membayar kewajiban-kewajibannya? Menurut opini EOWI adalah “TIDAK”.


Alasan kenapa pemerintah Yunani tidak pernah bisa membayar hutangnya adalah bahwa Yunani adalah negara defisit. Secara keseluruhan dan sepanjang ingatan EOWI, Yunani hidup dari hutang, lebih besar pasak dari pada tiang, kebih besar pengeluaran dari pada penghasilan. Neraca perdagangan Yunani selalu mengalami defisit artinya, lebih banyak yang dibeli (untuk dikonsumsi) dari pada yang dijual.


Pada akhirnya pemerintah Yunani harus berhenti berhutang, mengemplang hutang (dan/atau menegosiasikan hutangnya kembali dengan krediturnya yang mayoritas, 60% lebih, adalah bank sentral Eropa), mengurangi (tidak menepati) program-program sosialnya supaya bisa menyeimbangkan budget negaranya. Dan ini bisa dilakukan jika Yunani keluar dari zone Euro dan memperoleh kemerdekaannya kembali. Yaitu, meninggalkan mata uang Euro, membuat mata uang baru – drachma – misalnya, mengkonversi hutang-hutangnya (yang dalam Euro) kemudian melakukan debasing (men-jeblokkan) mata uang drachma barunya. Yunani merdeka kembali, bebas dari beban hutangnya yang beratnya 175% dari GDPnya dengan mencetak drachma-drachma baru. Gampang saja ‘kan?.
Kalau Yunani bisa membebaskan dirinya dari hutang besarnya 175% dari GDP, maka Itali, Portugal dan Spanyol yang juga punya beban hutang yang tidak kalah beratnya, yaitu masing-masing 133%, 127.8%, 93.7% dari GDPnya (angka tahun 2014). Seperti Spanyol, walaupun hutangnya hanya 93.7% dari GDPnya, tetapi hutang ini melonjak tajam sejak 5 tahun lalu. Spanyol akan dengan senang hati kalau bisa menghancurkan hutangnya lewat inflasi dari pada harus terbelit dan terbebani hutang terus.


Jika zone Euro pecah akan menjalar kemana-mana akibatnya, karena akan ada pergeseran-pergeseran di bidang moneter. EOWI menempatkan pecahnya zone Euro pada faktor no. 4 karena ada kemungkinan hal ini tidak terjadi di tahun ini. Euro adalah suatu eksperimen, seperti negative interest rate (NIRP). Saat ini sudah ada beberapa negara yang mengalami NIRP, yaitu Jerman, Switzerlad, Denmark. Sampai saat ini masih ada penjelasan logis kenapa NIRP terjadi di neraga-negara ini. Yaitu penabung/investor nerasa bahwa assetnya terjamin tidak hilang atau turun jika berwujud bond pemerintah Jerman atau Swiss (serta Denmark). Bisa saja bank sentral Eropa nantinya memanipulasi suku bunga sedemikian rupa sehingga hal yang sama terjadi untuk Yunani, Itali dan Spanyol. Artinya, Yunani akan memperoleh perpanjangan nafas lagi. Apakah NIRP ini juga akan menular ke Yunani, atau Yunani sudah berantakan sebelum tertular virus NIRP? Entahlah........
Okey, sekian dulu......, sampai nanti.
 


Disclaimer: Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

2 comments:

Anonymous said...

denger2 Hedge Fund lg masuk ke EU lho bang semar
Soros dan buffet jg masuk kayaknya

Aris Setiawan said...

Wah, bisa jadi pemicu resesi global dan sebagai trigger perang duani ke tiga.. dan munculnya kembali kalifah islam atau new world order