___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Sunday, June 29, 2014

(No.40) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA



Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21





(Terbit, insya Allah setiap hari Minggu atau Senen)


Inflasi Jaman Romawi

Inflasi bukanlah penemuan baru. Sejak jaman dulu, katakanlah jaman Romawi kuno, politikus, birokrat pemerintah sudah menemukan inflasi sebagai pajak terselubung untuk membiayai aktivitasnya. Kehidupan di pusat pemerintahan Romawi bisa dikatakan mewah untuk ukuran masa itu. Kemewahan ini dinikmati oleh para politikus dan birokrat. Pada jaman Romawi, ideologi sosialisme belum muncul sebagai sebuah ideologi politik. Sehingga para politikus Romawi tidak perlu berpura-pura hidup sederhana. Mereka membangun kolosium, arena aduan antar gladiator, gladiator melawan binatang buas, dan juga arena pacuan kereta. Mereka membangun aqueduct, saluran-saluran air untuk mengisi pemandian-pemandian mereka yang disebut thermae. Upacara mandinya dimulai dengan air yang agak hangat, panas, hangat-beruap, kemudian yang terakhir dingin. Kakus umum dengan flush pun ada.

Untuk membiayai kemewahan ini, sistem pajak yang effektif diterapkan. Ekspansi teritorial pada waktu itu sudah menjadi budaya imperium Romawi. Tujuan adalah untuk mencari wilayah baru untuk bisa dipajaki di samping untuk membangun keagungan imperium. Untuk keperluan pajak, catatan sensus pendudukpun sudah bagus, sehingga usaha-usaha ekspansi teritorial tidak sia-sia. Sebagai konsekwesinya birokrasipun membesar.

Hukum ekonomi ternyata berlaku juga bagi ekspansi teritorial. Ekpansi teritorial yang effektif ada batasnya. The law of deminishing return, membuat perkembangan wilayah imperium Romawi bukan lagi menguntungkan, malah menjadi beban setelah mencapai titik tertentu. Pergolakan di wilayah pinggir imperium memerlukan keberadaan tentara secara permanen di wilayah itu. Gaji tentara perlu dibayar. Perbekalannya juga perlu dibayar. Penarikan pajak di wilayah bergolak juga sulit. Sehingga beban keuangan yang harus ditanggung Romawi semakin lama semakin berat dengan berkembangnya wilayah yang tidak menguntungkan. Pemasukan pajak menjadi tidak mencukupi lagi. Lalu, bagaimana kiatnya?

Untuk imperium modern, seperti Amerika Serikat (atau bisa juga Uni Soviet dimasukkan ke dalam kategori ini), masalah pembiayaan, sampai batas-batas tertentu tidak ada masalah. Pencetakan uang dimungkinkan, karena sistem uang fiat bisa diterima secara global. Situasinya sangat berbeda dengan jaman Romawi. Mereka menggunakan koin perak yang disebut dinarius. Tetapi tidak berarti imperium Romawi tidak punya kiat. Mereka punya kiat yang sama dengan negara-negara moderen. Yaitu menurunkan nilai riil koin dengan menurunkan kadar perak yang terkandung di dalam koin. Cara ini disebut debasement of money melalui inflasi.

Etimologi kata debasement sangat menarik. Karena banyak orang berargumen bahwa sistem uang emas/perak (uang sejati) adalah lebih unggul dari pada sistem uang fiat. Persoalannya adalah bahwa politikus lebih licin dan jahat dari pada yang dikira orang. Bangsa Romawi juga menggunakan perak sebagai mata uang mereka. Tetapi para politikusnya lebih licin lagi. Semula memang 90% atau 100% perak. Tetapi kemudian mereka menyelipkan (menambahkan) sedikit base-metal  atau bahasa Indonesianya logam dasar seperti besi, tembaga atau timah ke dalam koin peraknya. Mereka secara bertahap, sedikit-demi-sedikit mecampurkan base-metal ini kedalam koinnya, akhirnya dalam beberapa ratus tahun, kandungan perak di dalam mata uang Romawi itu praktis menjadi 0%. Itulah asal kata debasement.

Marc Faber dalam bukunya Tomorrow’s Gold[1] dan Joseph Tainter dalam The Collapse of Complex Societies[2], menyajikan data perjalanan debasement dari dinarius. Koin dinarius semula mengandung 94% perak, secara bertahap kadar peraknya dikurangi. Dan 200 tahun kemudian, perak yang tersisa hanya 2%. Imperium Romawi, dari masa ke masa melebur dinariusnya dan mencetak koin yang baru yang lebih banyak secara nominal tetapi dengan kadar perak yang lebih rendah. Dengan demikian imperium memperoleh uang untuk membiayai pola hidup yang mewah para politikusnya, membayar gaji tentaranya dan mempertahankan wilayah-wilayah jajahannya, yang secara ekonomis merugikan.

Kami melakukan riset literatur di internet. Ternyata kami menemukan data[3] yang lebih detail dari data Marc Faber, sehingga perjalanan debasement dari mata uang Romawi bisa dibuat grafik (Grafik VI - 5). Angkanya lebih detail tetapi tidak sama persis, tetapi kurang lebih sama dengan data Marc Faber. Dengan data yang saling menguatkan, secara umum bisa disimpulkan sebagai data yang dapat dipercaya.

Grafik VI - 5   Perjalanan penurunan nilai koin Romawi sejalan dengan berat dan kandungan perak di dalamnya

Dari Grafik VI - 5 terlihat bahwa diperlukan waktu sekitar 200 tahun untuk mengikis nilai riil mata uang Romawi ini. Dalam angka perjalanan mata uang Romawi ini bisa dilihat pada tabel berikut ini. Dimulai dari jamannya kaisar Nero tahun 64 M, berat koin 3,18 gram dan kandungan perak 93,5%, berarti nilai peraknya adalah 2,97 gram. Pada jaman Claudius II, walaupun berat koinnya masih 2,60 gram, tetapi kandunagn berat peraknya hanya 0,05 gram saja atau 2%. Selama 2 abad, hanya tersisa 1.68.% dari nilai riilnya. Boleh dikatakan nyaris tidak tersisa. Tetapi nasib dinarius masih lebih baik dari pada rupiah.

Tabel -  1  Debasement Mata Uang Imperium Romawi
Kaisar
Tahun
Berat Koin, gr
Kadar Perak, %
Berat Perak, gr
Nilai tersisa
Nero
64
3.18
93.5%
2.97
100%
Marcus Aurelius
161
3.23
79.0%
2.55
86%
Hadrian
170
3.26
79.0%
2.58
87%
Didius Julianus
193
2.95
81.5%
2.40
81%
Septimius Severus
196
3.22
56.5%
1.82
61%
Caracalla
212
3.23
51.5%
1.66
56%
Elagabalus
219
3.05
46.5%
1.42
48%
Severus Alexander
222
3.00
43.0%
1.29
43%
Trebonianus Gallus
251
3.46
36.0%
1.25
42%
Valerian
255
3.07
19.0%
0.58
20%
Gallienus
267
2.69
6.0%
0.16
5%
Claudius II
269
2.60
2.0%
0.05
2%


Kalau mata uang Romawi memerlukan 200 tahunan untuk menggerus nilainya sampai tinggal 2%, pada bab yang akan datang, akan ditunjukkan bahwa Sukarno hanya memerlukan 8 tahun untuk menguapkan 99,97%  nilai uang kertas rupiah  sehingga hanya tersisa 0.03%. Itulah perbedaan yang bisa diambil pelajaran antara uang koin dan uang kertas. Uang kertas lebih cepat tergerusnya dari pada uang logam. Semakin murah dan mudah membuatnya, godaan untuk menginflasikan uang semakin besar. Bayangkan dengan uang elektronik alias catatan kredit, hanya tinggal menekan tombol-tombol komputer untuk menciptakannya. Betapa besar godaannya.


[1] Tomorrow’s Gold, Marc Faber, CLSA, 2002, hal 298 - 301
[2] The Collapse of Complex Societies, Joseph Tainter, Cambridge University Press, 1988, hal 133 - 138
[3] Roman Currency Of The Principate, http://www.tulane.edu/~august/handouts/601cprin.htm.
 



Catatan dari EOWI: 

Mulai hari ini, kami melanjutkan kisah/sejarah humor sadonik PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA. Seri ini akan dilanjutkan sampai habis atau sampai kami bosan atau sampai ada sesuatu yang menghalangi kami untuk meng-update blog ini.

Sebelumnya kisah ini terbit setiap hari kamis dan minggu. Sekarang hari minggu saja, insya Allah.

Selamat membaca dan selamat berpuasa.......


Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya yaitu deflasi US dollar dan beberapa mata uang lainnya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan.

4 comments:

Anonymous said...

Pak IS.
Sudah lama kita tunggu kelanjutan cerita ini. Thanks dan sukses selalu....

Salam
AY
ex NDSV/901

AY said...

Pak IS.

Sudah lama saya tunggu kelanjutan cerita ini. Thanks dan sukses selalu

Salam
AY
ex NDSV/901

Anonymous said...

Menunggu dongeng pak IS selanjutnya..

Cak Nur 71 said...

Pak IS, saya rada terganggu dengan istilah "Politisi PRO Pasar", bolehkan bapak menjelaskan dari sudut "Penipu, Penipu Ulung, Politikus dan Cut Zahara Fona"?