___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, May 26, 2011

(No.29) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21





(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)



Indonesia, Campur Tangan Pemerintah dan Kemakmuran

Ada seorang warganegara Indonesia keturunan Cina bernama Kasno Diponegoro. Nama itu sangat tidak lazim bagi kalangan etnik Cina. Selidik punya selidik ternyata nama itu adalah akronim dari bahasa Jawa: “Bekas Cino Dipekso Negoro”, artinya bekas Cina dipaksa negara. Nama ini merupakan ungkapan pemberontakan si pemilik nama atas peraturan pemerintah yang dikeluarkan di pertengahan dekade 60an. Isinya mengenai anjuran bagi etnis Cina untuk mengganti nama Cinanya ke nama lokal Indonesia. Pemaksaan hak-hak pribadi etnik Cina-Indonesia ini dilakukan secara resmi dan melalui jalur hukum yaitu Keputusan Presidium Kabinet Ampera No 127/U/Kep -12/1966. Akibat peraturan itu, banyak etnis Cina-Indonesia dengan terpaksa melakukan perubahan nama. Walaupun peraturan pemerintah di atas sudah tidak diperdulikan lagi saat ini dan tidak mempunyai konsekwensi hukuman badan atau denda, setidaknya kemunculannya menunjukkan betapa besar keinginan para politikus di negri ini mencampuri urusan pribadi individu. Masalah nama saja dicampuri, apa lagi dalam masalah ekonomi.

Masalah peraturan, pembatasan-pembatasan dan perilaku yang ngebossi dari pemerintah Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Tahukah anda dari pertengahan dekade 60an sampai awal dekade 80an, kalau anda mau belajar ke luar negri anda perlu ijin dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sekalipun atas biaya sendiri.

Tahukah anda kalau group penyanyi Koes Bersaudara dipenjarakan karena lagu-lagunya tidak memenuhi selera Bung Karno?

Tahukah anda bahwa ada undang-undang telah merambah ke kamar tidur anda?

Tahukah anda bahwa pada saat kisah ini ditulis, anda tidak bebas bekerja mencari nafkah di luar negri? Sewaktu-waktu bisa ada gangguan dari pemerintah.

Tahukah anda bahwa selama rejim Suharto pegawai negri atau pegawai perusahaan-perusahaan yang berkaitan dengan pemerintah seperti kontraktor minyak dan perusahaan pertambangan diawasi secara ketat oleh pemerintah. Data-data pribadi pekerja perusahaan seperti itu diselidiki, dari mulai istrinya, orang tuanya, kakek dan neneknya, saudara-saudaranya dipertanyakan. Dan kalau ada diantaranya yang terkait kepada kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah, maka anda akan dipecat. Ini adalah pencerobohan masalah pribadi.

Dalam perjalanan sejarah republik ini, sejak berdirinya, selalu ada invasi dan pencerobohan pemerintah di dalam hal-hal yang sangat pribadi, apakah itu selera, budaya, agama atau keuangan. Campur tangan ini tidak terbatas pada sekedar anjuran pejabat birokrat, tetapi dituangkan dalam bentuk peraturan, dari mulai dari peraturan pemerintah sampai ke undang-undang dasar. Pada saat berdirinya republik ini, hanya beberapa hal mengenai ekonomi saja yang dimasukkan ke dalam undang-undang dasar. Pada jaman pemerintahan Suharto, invasi hak pribadi di banyak dituangkan dalam bentuk undang-undang. Dan pada masa era reformasi, pemerintah semakin berani memasukkannya ke dalam amendmen konstitusi (UUD 45 amendmen). Dan undang-undang yang bersifat pencerobohan hak pribadi yang dulunya tidak mempunyai konsekwensi hukum, tahun 2009 mulai ada rencana untuk ke arah mengkriminilkan pelanggar-pelanggarnya (UU anti poligami misalnya).

Salah satu perkembangan lain yang mendasar selama pemerintahan reformasi berkuasa yaitu kegilaan terhadap budaya legal dan resmi. Undang-Undang Dasar 45 diubah 4 kali. Bahasa kerennya diamendemen. Dari isinya, tidak perlu seorang penderita paranoid untuk mencurigainya, cukup seorang yang waras dan skeptis, bahwa perangkat-perangkat hukum sedang disiapkan untuk mengakomodasikan secara legal dan resmi program sosialisme-kroni kapitalisme. Bagi orang yang berprasangka baik, ia tidak menuduh bahwa politikus niat mengarahkan negara ke arah kroni kapitalisme. Tetapi arah kroni kapitalisme, nampak sebagai potensi akibat sekunder.

Perkembangan seperti ini sangat menyedihkan. Karena data menunjukkan bahwa besarnya campur tangan pemerintah, sebanding dengan kesengsaraan dan hambatan menuju ke kemakmuran. Kesimpulan ini baru saja dibahas pada bagian sebelumnya dari bab ini. Bagi masyarakat yang hendak melakukan kegiatan ekonominya, menganalisa pokok-pokok yang menyangkut kegiatannya saja menjadi tidak cukup, harus ditambah dengan pendapat dari analis politik untuk memperkirakan tindakan-tindakan pemerintah dimasa datang. Andaikata Koes Bersaudara mempunyai analis politik yang memberi saran mengenai tema lagu-lagu yang seiring dengan selera penguasa, mungkin Koes Bersaudara tidak akan pernah merasakan penjara. Secara umum, bagi pelaku bisnis, analisa ekonomi-makro dan ekonomi-mikro, tidak cukup. Masih diperlukan seorang analis politik untuk memperkirakan tindakan-tindakan pemerintah berikutnya, apakah melalui peraturan atau tindakan fiskal secara langsung, melalui subsidi, penyelamatan perusahaan yang kolaps, atau dengan penggelontoran likwiditas. Yang mudah diperkirakan ialah bahwa hampir dipastikan semua intervensi akan membuahkan ketidak pastian yang lebih banyak tentang apa yang akan terjadi dimasa depan. Kalau kondisinya seperti ini, pelaku bisnis akan cenderung untuk menanamkan kapitalnya ke sektor lobby politik ketimbang ke bidang perbaikan mutu barang dan jasa.

Nampaknya pemerintah semakin sibuk melakukan invasi dan distorsi dinamika yang ada di dalam masyarakat. Sayangnya, lebih sering tindakan hanya dilihat dengan pandangan yang dangkal dan berakhir justru dengan hancurnya hal-hal yang hendak mereka lindungi. Hasil pekerjaan mereka justru berbalikan dengan tujuan mereka. Di dalam ekonomi, fenomena ini dikenal dengan nama kesalahan akibat mengabaikan dampak sekunder. Berteori seperti ini boleh saja kalau kita punya prasangka baik terhadap pemerintah. Bagi yang berprasangka buruk, boleh saja menganggap bahwa pemerintah tidak pernah berniat baik. Apapun premisnya, apakah dari sudut orang yang berprasangka buruk terhadap pemerintah ataupun orang berprasangka baik terhadap pemerintah, semuanya akan berujung pada kesimpulan bahwa campur tangan pemerintah dan invasi terhadap masalah-masalah sosial-ekonomi dan budaya, lebih sering menghasilkan hal yang negatif yang tidak disangka sebelumnya.

Kembali pada indeks kebebasan ekonomi yang dikeluarkan oleh organisasi Heritage, sebagai lanjutkan diskusi dan membangun kasus bahwa intervensi pemerintah lebih sering berakibat buruk. Kalau dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, bagaimana posisi Indonesia? Tabel 1 di bawah ini menunjukkan posisi Indonesia di antara para jirannya.

Tabel 1 Indeks Kebebasan Ekonomi Indonesia dan negara sekitarnya

Negara

Singapore

Malaysia

Thailand

Indonesia

Papua New Guinea

Vietnam

Indeks Keseluruhan (2009)

86.11

64.82

64.11

55.46

53.45

49.75

Ranking

2

59

66

114

126

144

Kategori

Bebas

Masih ada kebebasan

Masih ada kebebasan

Hampir tidak ada kebebasan

Hampir tidak ada kebebasan

Terkekang

Indeks Kebebasan







Kebebasan Berbisnis

98.21

69.89

70.66

53.13

59.11

60.69

Kebebasan Perdagangan

90.00

78.74

75.88

77.90

86.24

68.86

Kebebasan Fiskal

90.70

84.27

74.69

81.88

65.01

76.12

Belanja Pemerintah

95.30

81.25

89.84

89.06

63.25

73.36

Kebebasan Moneter

80.94

76.70

66.42

70.84

72.60

58.07

Kebebasan Berinvestasi

75

30

40

35

35

20

Kebebasan dlm Finansial

50

50

70

40

30

30

Pengakuan Hak Milik

90

55

45

30

20

15

Kebersihan dari Korupsi

92

51

35

26

20

27

Sektor Ketenaga-Kerjaan

98.9

71.4

73.6

50.8

83.3

68.4

Fiskal Pemerintah







Belanja Pemerintah, %GDP

12.5

25.0

18.4

19.1

35.0

29.8

Pajak, Max % income

20

27

37

30

30

35

Pendapatan pajak, % GDP

25.5

14.8

16.2

11.3

28.9

23.2

Populasi Dan Ekonomi







Populasi (juta)

4.8

25.3

65.5

228.2

6.4

86.2

GDP/PPP (milyar US$)*

234,5

378,9

535,8

968,5

13,4

256,0

GDP/PPP per kapita US$*

49,792

15,296

8,290

4,264

2,656

2,970

Tingkat pengangguran, %

2.2

5.6

11.8

8.4

-

2.4

Inflasi, %

6.5%

8.8%

9.9%

9.8%

10.7%

23.1%

FDI (juta US$)

22,700

2,400

38,200

7,900

(30)

8,100

*) GDP/PPP dalam 2007 dollar

Sumber: Heritage (http://www.heritage.org/index/) & CIA Factbook tahun 2009

Sama-sama punya mayoritas suku Melayu antara Malaysia dan Indonesia, dari 10 kriteria penilaian, ada empat (4) kriteria skor yang hampir sama dan perbedaannya kurang dari 10%. Dan enam (6) lagi cukup menyolok perbedaannya yaitu pada kebebasan dalam bidang finansial, pengakuan hak atas kepemilikan, tingkat korupsi, sektor ketenaga-kerjaan. Ini nampaknya berpengaruh pada perbedaan pertumbuhan kemakmuran dari kedua negara yang serumpun ini.




Disclaimer:
Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan

7 comments:

Anonymous said...

Kenapa malay lbh "makmur" dibanding indo, pdhl katanya indo lbh bebas dg demokrasinya walaupun spt IS bilang tdk ada korelasi antara demokrasi dg kemakmuran.
Dalam hal ekonomi Sudah kita ketahui bahwa di malay, etnis tertentu tdk memiliki (meskipun ada sedikit) kbebasan dlm hal usaha, hak milik, dll (sebagaimana yang diajarkan soemitro) sehingga bnyk dr mreka yg memilih exodus ke negara pulau tetangganya, mereka lebih pro bumi putera, berbanding terbalik dg indo.
apakah ada yang salah dg index heritage? ataukah sy yg terlalu men-simplify faktor kemakmuran dg kebebasan?
Mungkin IS bisa menjawabnya...

Anonymous said...

Yang lebih aneh lagi para aktivis HAM ASASI MANUSIA beberapa waktu yang lalu menghasut pemerintah untuk mencampuri lebih dalam ke wilayah pribadi warga negaranya : melarang warga menikah - meskipun secara resmi - lebih dari satu alias poligami.

Lebih aneh lagi oknum yang sama begitu galak menentang saat Yusril Ihza Mahendra merilis KUHP (?) baru sebagai revisi dari KUHP lama dimana di dalamnya termaktub persetubuhan laki perempuan tanpa ikatan perkawinan adalah tindakan pidana.

Masih ingat waktu dulu, saat mereka masih miskin (sekarangpun tentu tidak semuanya kaya). Mereka begitu lantang melakukan pembelaan saat pedagang kaki lima di pinggir jalan ditertibkan satpol PP. Argumennya HAM : warga dalam mencari penghidupan.

Tetapi saat mereka sudah kaya dan bermobil, mereka mendukung (atau paling tidak diam & membiarkan) penertiban itu. Aegumennyapun HAM, yakni : pedagang kaki lima menggangu hak asasi pengguna lalu lintas.

Seumur2 mencermati sepak terjang para aktivis itu aib yang paling menonjol dari mereka adalah ketidakkonsistenannya aka hipokrit.

Saya sampai heran yang di otak mereka itu pendapatnya sendiri atau pendapat pesanan.

Imam Semar said...

@Anony May 26, 2011 5:35 PM
Demokrasi tidak ada kaitannya dengan kemakmuran. Zimbabwe-Robert Mugabe, Jerman-Hitler atau Italia-Mussolini adalah produk demokrasi. Tetapi pada masa mereka, kebebasan tidak ada.

Memang Malaysia menerapkan ke-tidak-bijaksanaan pro-bumi putra dan memelihara kaum ningrat (yang mahal), tetapi secara keseluruhan kebebasan usaha disana cukup tinggi. Anda masih melihat banyak etnik Cina yang menjadi konglomerat. Salah satunya adalah perusahaan tempat saya bekerja.

Pajak lebih rendah dari Indonesia. Kalau dimasukkan pajak terselubung - pungutan tidak resmi, Malaysia lebih rendah lagi. Birokrasi perijinan relatif pendek. Sehingga biaya rendah dan orang mudah berusaha.

Tahukah anda bahwa banyak orang Indonesia yang menjadi pedagang kaki lima yang sukses di Malaysia. Sebenarnya banyak orang Jawa, Batak dan Bugis yang sukses di Malaysia dan akhirnya menjadi warga sana. Maksud saya....., mau usaha disana lebih mudah.

Proteksi buruh, ambil contoh saja PMU (BPMIGAS nya Malaysia), disana banyak orang Indonesia dan asing lainnya. Maksudnya, kalau orang lokal tidak mampu, akan diisi bangsa lain. Anda juga akan temui banyak orang Nepal yg bekerja sebagai satpam. Orang Indonesia sebagai buruh bangunan.

Saya pikir index heritage tidak salah, tetapi media massa sering membesar-besarkan hal yang kontroversial seperti proteksi pribumi.

Pemimpin mereka pun lebih egalit. Istri saya dan teman-temannya pernah bertemu Mahatir (sedang belanja?)di KLCC menjelang akhir dari jabatannya. Dia mau menyapa ketika disapa oleh ibu-ibu Indonesia. Akhirnya ibu-ibu ini minta foto bersama. Saya tidak yakin hal ini bisa terjadi dengan menteri Indonesia atau presidennya.

Anonymous said...

kenapa bung IS ikutan menilai Hitler dari kacamata sejarah sepihak ? bagaimana sistem ekonomi moneter Hitler membawa Jerman yang bangkrut jadi berkembang dalam waktu singkat dan perlu aliansi untuk mengalahkannya ?

Imam Semar said...

@Anony...

Ini kenyataan: Hitler dipilih secara demokratis.

Silahkan baca sejarah. Kalau tidak sempat, baca versi EOWI di
http://ekonomiorangwarasdaninvestasi.blogspot.com/2011/04/no18-penipu-penipu-ulung-politikus-dan.html

Sejarah mencatat dan mencitrakan Hitler sebagai penjahat. Kematiannya adalah karena bunuh diri pada saat dia sudah terkepung oleh tentara Uni Soviet di Berlin; dan mayatnya kemudian dibakar oleh anak buahnya supaya tidak bisa dikenali lagi. Keputusan bunuh diri adalah keputusan yang sadar dan penuh perhitungan. Seandainya ia tertangkap oleh sekutu, ia pasti diadili, dipermalukan dan dihukum mati. Itu yang tidak diinginkannya.

Hitler seharusnya menjadi pahlawan bagi mereka yang memilih jalur tengah. Hilter sangat anti kapitalis dan juga anti komunis, serta orang-orang Yahudi yang selalu diassosiasikan dengan golongan yang menguasai sektor keuangan dan perbankan. Hitler menyukai jalan tengah, yaitu sosialisme. Menurut ceritanya, Sukarno menyukai sosialisme, juga Suharto yang menyebutnya sebagai sosialisme Pancasila (ada tambahan kata Pancasila).

Hitler dipilih sebagai pemimpin Jerman secara demokratis. Jadi jangan salah sangka, kenaikan Hitler ke kursi kekuasaannya bukan dengan perebutan secara militer melainkan dengan pemilihan yang demokratis. Dengan kata lain Hitler adalah produk sistem demokrasi. Dia menjadi chancellor pada 3 Januari 1933 sebagai produk koalisi partainya dengan partai Rakyat Nasional Jerman (Deutschnationale Volkspartei DNVP). Jangan salah sangka juga, bahwa sistem demokrasi tidak bisa menghasilkan seorang diktator bahkan dikemudian hari dianggap sebagai diktator yang jahat. Dengan manuver politiknya, Hitler berhasil secara legal konstitusionil menjadikan Nazi menjadi partai tunggal di Jerman pada tanggal 14 Juli 1933. Kekuasaan Hitler semakin kokoh ketika presiden Paul von Hindenburg meninggal pada 2 Agustus 1934, dan plebisit (pengambilan suara) diadakan untuk menyatukan jabatan presiden dan chancellor. Hitler memperoleh dukungan suara 84,6% untuk penyatuan kedua posisi itu, penyatuan fungsi legislatif dan fungsi eksekutif. Ini menunjukkan betapa populernya dia dimata rakyat Jerman.

Anonymous said...

Jepang,Taiwan,USA,Singapore Pajak nya lebih tinggi dibanding Indo,kenapa mereka lebih maju?
mereka bayar ppn & pph yang tinggi sekali PPN 10%,PPH s/d 30%,disini PPN bisa dimanipulasi paling bayar 2%,dan PPH juga dimanipulasi sehingga bayar paling 1%(sudah termasuk biaya pungli)
tp kenapa Indo gak lebih maju?

jawabannya :
1.Pajak Di Indo penggunaannya tidak tepat
2.Etos Kerja orang Indo kurang
3.Kualitas kerja juga rendah

itu jawabannya...


btw saya juga sempat lucu membaca artikel IS yang bunyinya "kebanyakan politikus ingin membantu petani,padahal mereka tidak pernah menjadi petani"

tp IS sendiri bukan politikus / petani toh?,apa mungkin IS bisa membantu petani?,ehehehe

Imam Semar said...

Anony May 28, 2011 1:34 PM

Sebagian anda benar tetapi tentang pajak, setahu saya Indonesia termasuk yang berat pajaknya.

Singapore 2011
Corporate income tax flat 17%

Individual income tax max 20%
(Non taxable income $20,000 atau Rp 140 juta per thn atau Rp 12 jt/bln)

Sales tax 7%
-----------------------

Bandingkan dgn Indonesia:

Corporate tax flat 25%

Individual Income Tax max 30%
(Non taxable Rp 16 juta)

Sales tax 10%

Apakah saya bisa membantu petani. Jawabnya tidak. Karena dengan pembatasan kepemilikan tanah 5ha, yang bisa membuat petani kaya hanyalah menanam ganja atau candu..... he he he he he he....

Itupun kalau tidak diambili oleh prokem. He he he he...