___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Thursday, May 19, 2011

(No.27) - PENIPU, PENIPU ULUNG, POLITIKUS DAN CUT ZAHARA FONNA

Sejarah, dongeng satir, humor sardonik dan ulasan tentang konspirasi, uang, ekonomi, pasar, politik, serta kiat menyelamatkan diri dari depressi ekonomi global di awal abad 21





(Terbit, insya Allah setiap Minggu dan Kamis)


Panik 1907 dan Jalan Menuju the Federal Reserves

Perjuangan rakyat Amerika Serikat untuk memperoleh kebebasan ekonomi melalui jalan yang sangat panjang. Itu sebabnya judul bab ini adalah: Kapitalisme: Jalan Panjang Menuju Kesengsaraan. Politikus dan lingkaran bisnis yang mau menggunakan politik tidak pernah putus asa. Setelah 3 kali gagal mendirikan bank sentral yang langgeng, tidak matahkan semangat untuk mencoba yang keempat kalinya. Dan berhasil, dan bisa bertahan sampai sekarang selama hampir satu abad. Namanya the Federal Reserves Bank atau the Fed, yang didirikan tahun 1913. Pendiriannya dilatar-belakangi Panik - 1907.

Panik-1907 adalah krisis finansial di Amerika Serikat yang terjadi tahun 1907 sesuai dengan namanya. Krisis ini dipicu oleh aksi spekulasi goreng-menggoreng (memainkan harga) saham United Copper Company oleh seseorang bernama Otto Heinze[1]. Spekulasi ini didanai oleh beberapa bank.

Awalnya Heinze berhasil menggoreng saham United Copper Company naik 54%, dari $39 ke $60 dalam beberapa hari. Heinze berpikir bahwa “lawannya” melakukan short selling, atau menjual saham yang tidak dimilikinya, melainkan dari meminjam untuk jangka waktu tertentu. Setelah jatuh tempo, si pelaku short seller berkewajiban untuk mengembalikan saham yang dipinjamnya itu.

Kalau memang aksi short selling yang terjadi maka yang dibutuhkan oleh Heinze adalah terus melakukan aksi beli sampai pinjaman lawannya jatuh tempo. Pada saat itu, lawannya harus membeli kembali saham-saham United Copper dari pasar untuk mengembalikan pinjamannya. Seandainya Heinze bisa menahan harga saham di pasar tetap tinggi kalau perlu mendongkraknya lagi, maka lawannya akan terjepit dan terpaksa harus membeli hutangnya (berupa saham United Copper) di harga tinggi. Sayangnya dana yang dimiliki Heinze terbatas. Dan lawannya bukan pelaku short selling melainkan pelaku pasar yang mau merealisasikan keuntungannya. Berapapun saham yang dibeli Heinze, nampaknya tidak kekurangan penjual. Heinze mengalami kesulitan untuk mendongkrak harga saham. Pelaku pasar terus mengguyur dan membanjiri pasar dengan saham United Copper Company sehingga harga saham United Copper Company jatuh.

Pada saat aksi goreng-menggoreng dan guyur-mengguyur, gejolak pasar menjadi sangat liar. Di hari dimana saham United Copper Company mencapai harga $60 sebagai harga tertinggi, ternyata tidak bisa bertahan, turun dan ditutup pada harga $30.[2] Ini adalah suatu gejolak harga 50% dalam sehari. Heinze tidak bisa menahan harga saham United Copper Company lagi karena kehabisan dana. Dan pada keesokan harinya saham United Copper Company mengalami aksi jual lagi yang deras sehingga harganya jatuh ke $10 diikuti oleh saham-saham lainnya. Pembeli menghilang dari pasar dan Heinze bangkrut.

Kerugian Heinze menyeret juga bank-bank yang mendanainya Bank-bank yang mendanai projek Heinze ini mengalami penarikan dana besar-besaran oleh para nasabahnya. Karena bank mempraktekkan cara bisnis yang korup, yaitu fractional reserves banking (FRB) – bank memberi kredit dan meminjamkan uang jauh melebihi uang tabungan dan simpanan nasabah yang riil, maka tidak pelak lagi terjadi krisis likwiditas. Kalau bank menyalurkan kredit jauh melebihi uang yang ada, otomatis bank tidak akan bisa membayar nasabah ketika uang tabungannya diminta kembali. Itu sifat FRB.

Selanjutnya beberapa bank di New York mengalami kekurangan dana dan gagal bayar dan bangkrut karena dananya ditariki oleh para nasabahnya. Penarikan dana menjalar ke seluruh sistem perbankan Amerika Serikat.

Bankir-bankir besar di Amerika Serikat, seperti J.P. Morgan, J.D. Rockefeller, Paul Warburg melihat hal ini sebagai kesempatan untuk menghidupkan kembali konsep bank sentral. Dengan lobby yang kuat akhirnya Kongres Amerika Serikat membentuk the National Monetary Commission, Komisi Moneter Nasional yang diketuai oleh Nelson Aldrich yang tidak lain adalah besan J.D. Rockefeller. Tugas komisi ini adalah untuk membuat kajian dan rancangan reformasi sistem perbankan.

Akhirnya terbentuklah undang-undang mengenai the Federal Reserves Bank di tanda tangani oleh presiden Woodrow Wilson, menjelang hari Natal tanggal 22 Desember 1913. Undang-undang ini menempatkan kebebasan perekonomian dari buruk menjadi parah. Kontrolan peredaran uang yang tadinya dipegang oleh sekumpulan orang yang di sebut Kongres, berpindah tangan kepada segelintir elit bankir. Dan nama “Federal” digunakan untuk mengaburkan identitas bank sentral sebagai institusi swasta yang berorientasi keuntungan. Monopoli peredaran mata uang ditangan badan yang berorientasi keuntungan, kedengarannya jelek sekali.

Yang menarik adalah ditahun yang sama, yaitu 1913 Amendemen ke 16 konstitusi Amerika Serikat mengenai pemberian kekuasaan pemerintah federal (pusat) untuk menarik pajak penghasilan. Kekuasaan semakin dimonopoli di pusat. Jalan menuju kesengsaraan bagi rakyat Amerika semakin melebar. Pemerintah, politikus, birokrat lebih leluasa menghambur-hamburkan uang, memeras rakyat melalui pajak resmi.


Dari Penganut Kebebasan ke Negara Usil

Tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa Amerika Serikat adalah negara yang paling suka usil dan paling suka memata-matai penduduk dunia. Di awal dekade 2000an, pembaca mungkin tidak mengenal nama Hambali, Dulmatin, Abu Bakar Basyir, sebelum nama-nama ini dipopulerkan oleh Amerika Serikat. Padahal orang-orang ini adalah orang Indonesia. Bukankah sebagai orang Indonesia, kita seharusnya lebih tahu dari pemerintah Amerika Serikat? Tidak hanya itu Amerika Serikat menjanjikan hadiah $10 juta bagi mereka yang bisa membantu menangkap kedua orang pertama ini, Hambali dan Dulmatin. Kenapa orang di seberang benua sana lebih tahu tentang orang-orang ini dari kita yang sebangsa? Apalagi kalau bukan karena mereka yang usil memata-matai penduduk Indonesia.

Tahun 1913 bukan saja merupakan tonggak sejarah berpindahnya otoritas pengedaran mata uang Amerika Serikat dari Kongres ke bank swasta yang disebut the Federal Reserves Bank, atau disingkat the Fed, tetapi juga merupakan tonggak sejarah mulai usilnya Amerika Serikat. Kekuasaan defakto secara bertahap beralih dari rakyat ke para bankir. Amerika Serikat menjadi sebuah imperium yang sangat perduli atas semua urusan penduduk di dunia. Amerika Serikat sebagai negara besar, sumber alam yang besar, dengan bank sentral yang kuat, banyak yang bisa dilakukan. Kalimat “banyak yang bisa dilakukan”, adalah impian para politikus dan bisa dimanfaatkan oleh banker dan pengusaha peralatan perang. Di negara hukum yang berpegang pada rule of law, mempunyai lobby yang kuat adalah sangat essensial bagi kelangsungan hidup sebuah industri. Bahkan investasi di sektor lobby bisa lebih membuahkan hasil dibandingkan dengan investasi untuk meningkatkan mutu produk. Hukum, undang-undang dan aturan bisa sesuaikan untuk keuntungan pelobby.

Hobby mengobok-obok negara lain dimulai dengan terjunnya Amerika Serikat ke kancah perang dunia ke I, yang sebenarnya bisa dihindari. Ketika perang dunia ke I, yang juga disebut perang besar Eropa, meletus tahun 1914, rakyat Amerika Serikat tidak mau negaranya melibatkan diri dalam kancah perang itu. Tetapi hal itu bukan kehendak para banker dan industrialis. Perang bisa menciptakan kebutuhan baru, yaitu senjata dan alat pembunuh manusia. Dan ini merupakan peluang bisnis.

Sebab yang memicu keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Dunia I sangat konyol, yaitu karena tenggelamnya kapal pesiar Lusitania oleh terpedo kapal selam Imperial Jerman. Dikatakan konyol karena patut dicurigai bahwa Lusitania sebenarnya dengan sengaja diumpankan ke kapal selam U-boat Jerman untuk diterpedo.

Kapal pesiar Lusitania dijadwalkan untuk berlayar ke Inggris tanggal 7 Mei 1915 yang pada waktu itu sedang berperang dengan Jerman, melewati zone perang. Entah apa yang dipikirkan orang-orang uang mau berpesiar melewati zone perang. Apakah mau menonton perang? Lagi pula waktu itu pihak-pihak yang bertikai tahu bahwa banyak peralatan perang dan bahan logistik dikirim dengan kapal dagang atau kapal-kapal sipil. Jadi bukan tidak mungkin Lusitania digunakan Inggris dan sekutunya untuk mengangkut persenjataan dan logistik bagi Inggris.

Pihak Jerman yang tidak mau memulai konflik dengan Amerika Serikat, berusaha mencegah berlayarnya kapal pesiar Lusitania ini dengan memasang advertensi di surat-surat kabar di kota-kota pantai timur Amerika Serikat termasuk New Yorks. Isinya merupakan peringatan kepada setiap calon penumpang Lusitani akan resiko berlayar dengan Lusitani di daerah perang.

Lusitania tetap berlayar ke perairan Irlandia dan akhirnya diterpedo oleh kapal selam Jerman. Ada dua ledakan yang menenggelamkan Lusitani. Ledakan yang pertama adalah ledakan akibat dari terpedo dan yang kedua menjadi perdebatan apakah dari bahan peledak yang dibawa Lusitania atau karena faktor lain. Yang pasti, di dalam manifest Lusitania yang tenggelam ditemukan catatan pengapalan 4,2 juta butir peluru yang dikemudian hari setelah perang usai dibuktikan dalam penyelaman bangkai kapal.

Sebanyak 1.198 orang penumpang Lusitania mati tenggelam. Ini menimbulkan kemarahan rakyat Amerika Serikat. Dan terjunlah Amerika Serikat ke kancah perang dunia ke I.

Tingkat keusilan Amerika Serikat menjadi lengkap dan menjadi resmi semasa perang dunia ke II meletus. Dengan dikeluarkannya undang-undang Lend and Lease Act (Maret 1941) menjadikan Amerika Serikat resmi sebagai negara interventionist, negara yang suka campur tangan urusan negara lain. Tentu saja undang-undang ini berpangkal pada bisnis. Isinya secara garis besar adalah pemasokan peralatan perang oleh Amerika Serikat kepada sekutu (Inggris, Prancis, Cina, Soviet) sebagai bantuan. Dana yang resmi yang disalurkan berjumlah $ 50 milyar (1941) yang ekivalen dengan $ 800 milyar uang 2010. Peralatan ini dimaksudkan sebagai pinjaman yang akan dikembalikan dalam keadaan baik. Jika rusak maka harus diganti. Penggantian ini diatur dalam kerangka pembayaran pinjaman jangka panjang. Di samping itu juga, Amerika Serikat diberi hak untuk mendirikan pangkalan militer di wilayah kekuasaan negara-negara tersebut.

Undang-undang Lend and Lease Act jelas berorientasi bisnis. Peralatan perang, seperti pesawat terbang, tank, kapal perang, meriam, senjata dan amunisinya, sebagian besar harus dibayar. Puluhan kapal perang Amerika Serikat berpindah tangan. Juga pesawat terbang yang tentu saja menghidupkan perusahaan pesawat terbang McDonnell Douglas. Juga truk-truk merek Dodge bisa menjadi bagian dari perlengkapan Russia. Belum lagi dengan perlengkapan prajurit seperti baju hangat, sepatu sampai makanan kaleng. Mesin-mesin produksi sekutu di Eropa sudah digilas Jerman dengan serangan blitzkriegnya.

Demikian besarnya, hutang yang terutama dipikul Inggris dalam kaitannya dengan Lend and Lease Act ini baru selesai dilunasi 65 tahun kemudian yaitu pada bulan Desember 2006.[3] Selama 65 tahun pembayar pajak harus melunasi hutang akibat perang. Tidak heran kalau tingkat kemakmuran (GDP) Inggris bisa tersusul Hong Kong, jajahannya.

Sejalan dengan waktu, Amerika Serikat semakin sering terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam peperangan dan kerusuhan di berbagai tempat di dunia ini. Tidak ada periode dimana Amerika Serikat tidak punya musuh. Mulai perang Korea pada dekade 50an. Vietnam pada dekade 60an. Perang Timur-Tengah, Arab – Israel yang tidak langsung pada dekade 70an. Pada dekade 80an, mengobok-obok Amerika Latin, memasok senjata kepada Mujahidin di Afganistan untuk melawan Uni Soviet (1979-1989), memasok senjata untuk Iraq dalam perang Iraq-Iran (1980 - 1988). Kemudian invasi Iraq pada dekade 90an. Yang paling akhir adalah perang melawan Teror dan invasi Iraq ke dua pada dekade 2000.

Menjadi negara yang usil sulit untuk dihindari oleh negara yang disebut Amerika Serikat, walaupun sering mengorbankan nyawa dan beban ekonomi warganya. Sepanjang sejarah aktivitas melobby merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas politik dan industri, apalagi industri peralatan perang. Dulu orang berpikir bahwa kalau hanya mengandalkan pasar untuk keamanan sipil dan olah-raga saja, industri persenjataan akan sulit hidup. Polisi tidak akan pernah memerlukan rudal anti tank, anti pesawat udara, pesawat pembom. Apalagi pesawat pembom dan kapal induk. Tetapi barang-barang itulah yang menjadi andalan pemasukan bagi industri peralatan pembunuh manusia, bukan barang-barang kecil seperti revolver kaliber 38 yang digunakan polisi.

Mungkin pola berpikir kemudian sudah berubah. Ketika presiden George Bush Jr mencanangkan perang melawan teror, barang-barang kecil bisa juga memberikan pemasukan yang lumayan kalau volumenya besar dan jenisnya banyak. Detektor bom dari segala ukuran, dipasang di pusat perbelanjaan, hotel-hotel, kantor-kantor diseluruh dunia dan menjadi laku sekali. Bisnis yang bagus. Menyulut permintaan pasar nampaknya mudah. Cukup dengan mengganggu Osama bin Laden yang notabene adalah perpanjangan tangan Amerika Serikat semasa perang Mujahidin melawan Uni Soviet di Afganistan pada dekade 1980an. Ketika Osama marah dan membalas, maka ada alasan untuk membuat projek baru yang disebut perang melawan teror.


Depressi Besar 1930an

Bagi pengamat ekonomi, akan selalu ada pertanyaan dalam benaknya. Apakah the Fed akan berprilaku seperti bank sentral negara yang mencintai inflasi atau seperti bank swasta yang sangat berkuasa dan mempraktekkan fleecing dengan strategi siklus inflasi-deflasinya? Nyatanya the Fed memangkas nilai dollar menjadi setengahnya, dalam kurun waktu kurang dari 7 tahun setelah berdirinya. Tentu saja dengan cara inflasi, maksudnya mencetak uang dan memberikan kredit lunak. The Fed menyalurkan kredit likwiditas dengan sangat mudah. Akibatnya harga-harga naik lebih dari 2 kali lipat dari tahun 1913 – 1920. Perang dunia ke I membantu ekspansi kredit ini dengan dalih dan latar belakang untuk memproduksi mesin-mesin perang.

Setelah perang dunia ke I usai tahun 1918, kegiatan ekonomi di Amerika Serikat mengalami pergeseran dari ekonomi perang ke ekonomi damai. Aktivitas ekonomi yang tadinya berat kepada produksi alat-alat pendukung perang, kemudian harus beralih ke barang-barang konsumsi dimasa damai. Hal yang demikian sering menimbulkan resesi. Itulah yang menyebabkan resessi 1920-1921 di Amerika Serikat.

Reaksi the Fed bisa ditebak. Likwiditas dikucurkan. Antara tahun 1920 – 1929, kredit terus mengucur, sehingga rasio hutang terhadap GDP mencapai kurang lebih 300%. Masa ini dikenal sebagai the roaring twenties, boom ekonomi yang dibiayai kredit; mania, mengarah pada spekulasi dan mal-investasi. Beban hutang menjadi berat. Dan akhirnya terjadi market crash bulan Oktober 1929 yang diikuti dengan depressi ekonomi tahun 30an yang dikenal sebagai the Great Depression. Depresi ekonomi ini cukup berat dan dampaknya terasa hampir keseluruh dunia, termasuk Hindia Belanda (wilayah Indonesia jaman dulu).

Ternyata keberadaan the Fed tidak bisa membuat ekonomi terhindar dari siklus alami boom & bust, panik dan depresi/resesi ekonomi. Dan ini akan terus berlangsung sampai hampir 100 tahun setelah berdirinya the Fed. Seakan the Fed tidak bisa belajar dari pengalaman. Atau sememangnya siklus boom & bust tidak bisa dicegah atau dihindari seperti terjadinya siang dan malam.

Seperti biasanya, ketika ada krisis, politikus merasa bahwa mereka tahu penyelesaiannya, maka kali inipun demikian. Dan seperti biasanya mereka akan menambah peraturan baru, kengkangan baru terhadap kebebasan di bidang ekonomi. Kali ini presiden Franklin D. Roosevelt, salah satu presiden Amerika Serikat yang dianggap presiden terbaik dan terbesar, berpikir bahwa dia mempunyai penyelesaian yang ampuh untuk depresi ekonomi yang dihadapi Amerika Serikat. Seperti biasanya, solusi untuk persoalan depresi ekonomi ini tidak lebih dari perampasan hak-hak warga negara.

Franklin D. Roosevelt mengeluarkan Executive Order 6102 tanggal 5 April 1933. Isinya adalah larangan memiliki emas bagi rakyat Amerika. Semua emas harus diserahkan kepada pemerintah dalam waktu satu (1) bulan dan dihargai $ 20,67 per troy-ounce (oz). Harga ini dinaikkan dari $19,39 per oz. Setelah tanggal itu, setiap pelanggaran ketentuan ini dikenakan hukuman penjara maksimum 10 tahun dan/atau denda $10.000.

Executive Order 6102 mengecualikan dokter gigi, pengerajin perhiasan dan seniman dan beberapa profesi lainnya. Tidak diketahui apakah imam-imam Yahudi dan orang-orang Yahudi juga memperoleh pengecualian. Pasalnya beberapa alat peribadahan mereka terkadang terbuat dari emas, seperti perangkat upacara kiddush dan havdala. Untungnya di Amerika Serikat pada masa itu tidak banyak etnis India dan Pakistan. Seandainya masyarakat dari anak benua India waktu itu sudah banyak, maka pelanggaran terhadap hak-hak mereka semakin sempurna. Orang India menyukai perhiasan emas, apalagi dalam upacara-upacara perkawinan mereka. Executive Order 6102 tidak lain merupakan melanggaran hak-hak pribadi di Amerika Serikat.



Tidak cukup dengan pelanggaran hak-hak pribadi, kemudian Franklin D. Roosevelt mengecewakan warga negara yang taat. Bulan ke 10 setelah diberlakukannya Executive Order 6102, F.D. Roosevelt menaikkan ganti rugi emas dari $ 20,67 per oz ke $ 35 per oz dengan undang-undang Gold Reserve Act tertanggal 30 Januari 1934. Semua berlangsung secara resmi dan disyahkan oleh undang-undang. Dan nilai dollar turun 45%. Ini suatu pelajaran bahwa warga negara yang patuh kepada peraturan pemerintah bisa dirugikan. Pemerintah memberi insentif bagi pembangkang. (lihat juga “Pembohong-Pembohong dari USA: FDR, LB Johnson, Clinton, Obama” untuk Executive Order 6102).

Depresi Besar 1930 juga dijadikan dalih untuk mengengkangan dan pengelabuhan lebih lanjut. Tahun 1935 keluarlah undang-undang Jaminan Sosial, Social Security Act. Seperti dalil Jefferson bahwa pemerintah akan menghambur-hamburkan jerih-payah rakyat dengan dalih menolongnya, Jaminan Sosial adalah salah satunya. Jaminan Sosial meliputi asuransi hari tua dan penyandang cacat, tunjangan pengangguran, bantuan bagi keluarga miskin, asuransi kesehatan dan perawatan hari tua dan penyandang cacat (Medicare), bantuan untuk program kesehatan (Medicaid), dan lain-lain.

Program-program sosial ini kedengarannya indah, sepanjang tidak muncul pertanyaan, siapakah yang akan membayar? Program ini terdengar merdu bagi sebagian orang dan bagaikan petir bagi sebagian lagi. Persoalannya ialah, presiden Amerika Serikat bukan seperti Albert Schweitzer yang bekerja, menghasilkan jasa dan barang nyata yang diwujudkan dalam bentuk uang. Kemudian dana itu disumbangkan kepada yang memerlukan. Presiden-presiden Amerika Serikat (atau presiden manapun di dunia ini) tidak ada yang seperti Albert Schweitzer. Itu persoalannya. Dana untuk membiayai program Jaminan Sosial berasal dari masyarakat juga. Apakah dananya itu dari mereka yang hidup dimasa kini dan/atau yang utamanya dari mereka yang hidup dimasa datang. Ini adalah penipuan ala Ponzi. Dan penipuan ala Ponzi hanya bisa lancar jika peserta yang baru dan ikut serta dimasa datang, masih bisa menunjang pengeluaran saat ini bagi peserta lama. Sayangnya perkiraan demografi Amerika Serikat tidak mendukung penipuan ala Ponzi ini. Secara demografi Amerika Serikat secara perlahan berubah menjadi masyarakat yang menua. Persentasi penduduk di atas 65 tahun semakin banyak dan persentasi penduduk yang berusia produktif (20 – 55 tahun) semakin berkurang. Penipuan piramida ala Ponzi yang disebut Medicare dan Medicaid diperkirakan akan meledak antara tahun 2020 – 2050. Pada masa-masa itu banyak rakyat Amerika Serikat akan merasa tidak bahagia seperti yang sudah diperingatkan Jefferson. Yang muda dikenakan pajak yang tinggi atau yang tua tidak memperoleh apa yang dijanjikan ketika penghasilannya dipajaki dimasa muda mereka. Penipuan yang halus dan berjangka panjang.



[1] Panic of 1907, Wikipedia, Online encyclopedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Panic_of_1907

[2] Ibid

[3] Britain makes final WW2 lend-lease payment, inthenews.co.uk, 29 Desember 2006 http://www.inthenews.co.uk/news/news/finance/britain-makes-final-ww2-lend-lease-payment-$1034891.htm



Disclaimer:

Dongeng ini tidak dimaksudkan sebagai anjuran untuk berinvestasi. Dan nada cerita dongeng ini cenderung mengarah kepada inflasi, tetapi dalam periode penerbitan dongeng ini, kami percaya yang sedang terjadi adalah yang sebaliknya.

Ekonomi (dan investasi) bukan sains dan tidak pernah dibuktikan secara eksperimen; tulisan ini dimaksudkan sebagai hiburan dan bukan sebagai anjuran berinvestasi oleh sebab itu penulis tidak bertanggung jawab atas segala kerugian yang diakibatkan karena mengikuti informasi dari tulisan ini. Akan tetapi jika anda beruntung karena penggunaan informasi di tulisan ini, EOWI dengan suka hati kalau anda mentraktir EOWI makan-makan

3 comments:

Anonymous said...

nama kapalnya kurang 'a' = lusitania

Anonymous said...

pertanyaan saya bung IS : bagaimana cara mengambil kembali kendali penerbitan uang dari bank sentral kembali ke rakyat melalui kongress atau departemen keuangan secara halus tanpa kekerasan ?

Imam Semar said...

Terima kasih untuk kejeliannya. Saya juga heran kok jadi Lusitani yah?

Seingat saya..., waktu ngetik dipencetnya Lusitania.

Nanti saya edit lagi.