___________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Doa pagi dan sore

Ya Allah......, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang, pajak, pembuat UU pajak dan kesewenang-wenangan manusia.

Ya Allah......ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim dan para penarik pajak serta pembuat UU pajak selain kebinasaan".

Amiiiiin
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________

Monday, March 31, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI - XXVII

(April Minggu ke I 2008)
PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI - BERLANJUT

Topik kali ini:
PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI
MARKET UPDATE


PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI

Minggu lalu – minggu ke III bulan Maret 2008, ada beberapa kejadian dalam kaitannya dengan ke-tidak bijaksanaan the Fed yang diluar perkiraan saya semula. The Fed dalam memberikan bantuan liquiditas telah membentuk jalan TAF (Term Auction Facility), TSLF (Term Securities Lending Facility) dan PDCF (Primary Dealer Credit Facility). Pada dasarnya the Fed membuka pintu pinjaman kredit yang liquid seperti US Treasury kepada bank dengan agunan mortgage backed securities (MBS) atau Asset backed securities (ABS) atau surat hutang yang sudah tidak liquid. Awalnya saya pikir bahwa agunan itu dinilai sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya sudah jatuh dari nilai nominalnya. Ternyata pinjaman the Fed adalah sebesar nilai nominal surat-surat hutang yang dijadikan agunan. Wow!! Gila.

Disamping itu pada MONITORING KRISIS EKONOMI – XXVII ada 3 komentar atau pertanyaan mengemai Deflasi vs Inflasi yang saya pikir bagus untuk dijadikan diskusi. Urutannya saya ubah supaya alur ceritanya menjadi enak.

Blue: Mas IS, bagaimana dengan ini ?

Kemudian Blue mengnyitir artikelnya Doug Casey:
There are those who agree with you about a possible crisis but believe we’ll see deflation instead of inflation, or at least deflation before inflation.

Doug Casey: What we’re facing is a monumental monetary crisis that can take one of two forms. It can be deflationary, where billions and billions of dollars are wiped out through bankruptcies and defaults, and the remaining dollars become worth more as a result. Or it can be inflationary, where the world’s central banks keep dollar assets from being wiped out by supporting the issuance of debt --- which is what they’re currently doing, by propping up failing banks and homeowners who can’t pay their mortgages. Those are your two alternatives. You can have either one – it’s really a flip of the coin as to which you get.

It’s also possible you can have both at the same time. You could have deflation in some areas of the economy, such as real estate, which is happening now, and inflation in other areas of the economy, where prices are going up, as with food and oil.

I’m of the opinion that government is so big and so powerful now, and the average person – idiotically – relies on it so heavily, that much higher inflation is inevitable. They’re certainly going to do their very best to keep a deflationary collapse from happening, because they all remember what it was like in the U.S. in the 1930s. Yet not too many people think about Germany’s inflationary collapse in the 1920s. It was much more unpleasant.

Inflation is the enemy of the person who works, saves and invests. But it’s the friend of the speculator.

Blue: ...... Saya belum 24thn mas, masih belum pernah mengalami masa deflationary. Apa yg terjadi pada masa deflationary? Terutama di Indonesia. Harga barang turun terus, tapi ndak ada yang mau beli karena tidak ada uang? Jadi bagaimana dengan emas? apakah nasibnya tidak akan sama dengan barang2 tadi ? Jadi sebenarnya pada saat inflationary nilai uang melemah dan sebaliknya pada kondisi deflationary nilai uang tetap atau malah menguat? Kalau begitu kita menyimpan uang juga ndak apa2 toh mas IS. kan nilainya tidak turun?

Anonymous: Halo Mas IS,..sebagai alternative membeli emas secara fisik bisakah kita membeli etf nya yang mengikuti pergerakan harga emas,..minimal tidak ada resiko penyimpanan secara fisik....

Saya akan definisikan Deflasi dan Inflasi sehingga mudah dicerna orang awam.

Inflasi: “Beli dulu, dan bayar nanti”
Deflasi: “Tabung dulu uangnya; bayar hutang, dan beli nanti”


Kalau saat ini konsumen di US sudah kebanyakan hutang dan tidak punya tabungan dan umurnya menjelang pensiun, apa yang paling mungkin mereka lakukan? Tentu saja: “tabung dulu uangnya, bayar hutang dan beli nanti, secukupnya saja”. Itu adalah deflasi.

Itu di sektor konsumen. Di wilayah perusahaan manufakturing tidak akan berbeda jauh, karena berkurangnya permintaan barang dan jasa maka terjadi kelesuan, investasi berkurang dan parahnya lagi kebangkrutan bermunculan. Deflasi akan parah kalau sebelumnya telah terjadi inflasi, orang beli dan melakukan konsumsi atas dasar hutang. Hutang menumpuk dan melebihi kemampuan bayar konsumen. Lalu ditambah dengan spekulasi dengan leverage (modalnya diperoleh dari hutang). Harga-harga membumbung, muncul “permintaan semu”. Kemudian disusul dengan munculnya kelebihan kapasitas karena mengantisipasi pemenuhan “permintaan semu”. Kalau pada suatu saat konsumsen memutuskan untuk mengencangkan ikat pinggang karena hutangnya sudah tidak dapat tangani lagi, maka harga-harga juga turun. Diperburuk oleh tindakan spekulasi yang mau keluar dari arena. Jadi harga turun bukan karena tidak ada uang, tetapi orang menunda konsumsi (cenderung untuk menabung) dan spekulan berhenti bermain.

Perusahaan banyak gulung tikar karena kapasitas produksi jauh melebihi kebutuhan. Gagal bayar juga meningkat, surat hutang mengalami gagal bayar. Akibatnya kepercayaan terhadap kredit dan surat utang turun. Bank dan lembaga kredit enggan memberikan kredit lagi. Ini disebut kebekuan liquiditas. Dalam keadaan seperti ini kepercayaan terhadap bank menurun. Nasabah penabung takut kalau banknya bangkrut dan uang tabungnya hilang. Nasabah ramai-ramai menarik tabungannya dari bank. Bank di”rush” seperti yang terjadi pada bank Northern Rock Inggris beberapa waktu lalu.

Bank sentral tidak menginginkan kepercayaan nasabah terhadap bank hilang, kalau sebuah bank mengalami rush maka bank tersebut bisa gagal operasi atau bahkan bangkrut. Oleh sebab itu bank sentral akan berusaha membantu bank-bank dari gagal operasi dengan menyuntikkan kredit/dana (usaha reflasi). Dengan adanya usaha-usaha reflasi inilah nilai mata uang yang bersangkutan menjadi turun.

Dalam kondisi seperti ini, asset yang mana yang paling baik? Tentunya asset-asset yang telah menjadi ajang spekulasi menjadi beresiko. Properti yang mengalami bubble; komoditi dimana hedge fund banyak yang terjun; corporate bond beresiko karena perusahaannya akan mengalami perlambatan; asset-backed securities juga beresiko karena assetnya cenderung turun nilainya. Jadi yang tersisa adalah government bond dan cash. Bahkan municipal bond tidak dianggap aman, terbukti dalam beberapa pelelangan muni-bond di US mengalami kegagalan karena kurang peminat seperti berita dari Bloomberg, USNews New York Times 20 Februari 2008 dan yang pernah kita bahas dalam Monitoring Krisis Ekonomi XXIII akhir Februari 2008 lalu. Dan yang paling baik ialah mata uang yang punya potensi naik nilainya karena proses deleveraging, dalam kasus sekarang ini Yen Jepang dan Swiss Franc (deleveraging Yen carry trade dan Swiss Franc carry trade). Emas juga tidak beresiko karena emas adalah uang sejati yang disukai oleh orang-orang yang konservatif. Emas punya keunggulan yaitu pada saat reflasi mulai menunjukkan effek kinerjanya, harga emas relatif akan naik dibanding dengan mata uang yang mengalami reflasi. Pada dasarnya tema investasi pada masa krisis deflationari adalah capital preservation. Kalau anda termasuk yang jago bermain short, akan lebih baik.

Pada saat ini effek kinerja proses reflasi sudah bekerja. Harga rumah di US, Eropa masih menunjukkan gejala penurunan. Saham di dunia ini masih tergolong mahal. Diharapkan Price-Earning bisa mencapai di bawah 10. Di samping itu psikologi investor pada saat titik terendahnya akan sangat bearish, kapok berinvestasi lagi. Lihatlah di Jepang.

Kita bisa mengukur kekuatan the Fed untuk mempertahankan US dari krisis deflationary. The Fed memiliki $869 milyar di balance sheetnya. Dari jumlah itu, $709 berupa treasury. The Fed menyediakan dana sebesar $200 milyar untuk dipinjamkan selama 28 hari kepada bank dan bond dealer yang memerlukannya dengan agunan mortgage-backed securities. Bahkan the Fed kemudian menyediakan dana $400 milyar untuk mengatasi kemandegan fungsi penyaluran kredit. Kalau dilihat potensi persoal yang dihadapi ekonomi US sekarang ini lebih besar dari $869 milyar. Akhirnya the Fed tidak mungkin bertahan hanya dengan $869 milyar dan menciptaan kredit/uang terpaksa terjadi. Tentunya dengan bantuan pemerintah.


MARKET UPDATE:


Bear Market Rally

Beberapa analis mulai berubah pikiran dan sikap dari bearish ke bullish. Perubahan sikap ini bisa menjadi penyakit menular dan market berubah menadi bullish. Oleh sebab itu ada baiknya di-check kembali dasar pemikiran mereka. Russell mengatakan bahwa biasanya resesi di US berlangsung 11 sampai 18 bulan. Dan market bottom berada di tengah-tengah. Kalau resesi di US dimulai pada bulan November 2007, maka market bottom bisa terjadi pada bulan Mei 2008 – Agustus 2008. Saya tidak yakin bahwa persoalan krisis ekonomi sudah selesai. Andaikata rally terjadi, maka rally ini hanyalah rally dalam bear market. Market bottom yang sejatinya biasanya saham-saham ber price to earning ration di bawah 10. Saat ini masih dalam kisaran belasan. Jadi masih belum market bottom.

Di samping Richard Russel masih banyak lagi yang berbalik bullish seperti pada link ini:
http://www.gold-eagle.com/editorials_08/tacinv032508.html
http://www.financialsense.com/editorials/droke/2008/0324.html
http://www.gold-eagle.com/editorials_08/tacinv032508.html .

Saya menemukan paling tidak 7 bullish artikel. Jadi perlu di-check validitas argument mereka.

Dari Chart-1 bisa terlihat bahwa RSI dari Dow Industrial Indeks sudah mengalami bullish divergen dan pasar sudah oversold untuk medium term.


Chart 1 (Klik Chart untuk memperbesar)

Kalau hanya melihat chart saham saja saya lebih cenderung berpendapat bahwa pasar masih akan sideways sampai September 2008 nanti. Alasannya bahwa pada bulan Mei nanti (tinggal 4 minggu lagi) pelaku pasar akan cuti, dan pasar cenderung tidak bergairah. Sampai September nanti pasar mungkin akan bermain dalam segitiga trading wedge/range (Chart-2) atau rally. Tetapi Chart Yen mengatakan bahwa rally mungkin bisa terjadi lebih cepat dari September (Chart-3). Penjelasannya sebagai berikut.



Chart 2 (Klik Chart untuk memperbesar)


Bear market di bursa saham dimulai pada bulan July 2007 ketika Dow Jones Transport indeks mencapai titik tertingginya dan tidak pernah membuat rekord tertinggi baru mengikuti Dow Industrial yang membuat rekord baru di bulan Oktober 2007. Sejak bulan Julu 2007, Yen terus menguat (Chart-3). Arah Yen dan bursa saham berlawanan karena proses deleveraging Yen cary trade. Saat ini Yen sudah sangat overbought dan ranum untuk profit taking. Jarak antara daily price dengan 50 DMA atau 200 DMA sudah sangat jauh. Jadi menguatan Yen untuk sementara digantikan dengan koreksi. Dan koreksi di Yen berarti rally di bursa saham.



Chart 3 (Klik Chart untuk memperbesar)

Strategy trading harus diubah. Posisi harus bersih dari posisi short secara umum. Untuk posisi khusus, seperti saham yang punya kemungkinan besar akan bangkrut atau hancur atau mengalami koreksi, maka posisi short bisa dipertahankan. Saya cenderung melepas ETF untuk transportasi. Sedang saham-saham tertentu di sektor financial seperti MBIA, TCB atau real estate developer akan saya pertahankan short, mungkin dengan jumlah yang dikurangi. Saya juga melihat peluang untuk melakukan short di sektor tembaga, minyak dan batu bara. Ketiga bahan tambang ini nampak tertekan. Saat ini saya memegang posisi short untuk Freeport (FCX), Suncor (SU) dan ACI.



Chart 4 (Klik Chart untuk memperbesar)



Chart 5 (Klik Chart untuk memperbesar)

Untuk posisi long kita harus mencari sektor-sektor yang mempunyai harapan. Saya cenderung pada perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur. Pilihan saya adalah ABB. Pada minggu-minggu mendatang saya akan mencari saham-saham yang berpotensi ikut rally.


Emas dan Logam Mulia
Diluar dugaan saya, yang saya tunggu yaitu parabolic run ternyata tidak terjadi. Emas yang sudah lama overbought akhirnya mengalami koreksi. Secara siklus tahunannya rally berikutnya dimulai bulan September 2008. Jadi antara sekarang sampai bulan September adalah masa koleksi.


Jakarta 31 April 2008

Friday, March 21, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI - XXVII

(Maret Minggu ke IV 2008)

PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI

Topik kali ini:
PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI
KERAGUAN ATAS DATA M3 BAYANGAN
CATATAN AKHIR


PERDEBATAN DEFLASI VS INFLASI
Minggu lalu saya membaca analisa ekonomi di Daily Reckoning dengan judul Hell Week. Analisnya adalah salah satu analis yang saya suka yaitu Dan Denning. Saya memang menyukai analisanya, tetapi tidak jarang antara saya dan dia berakhir dengan kesimpulan yang berbeda.

Berikut ini tulisan Dan Denning dan komentar saya, kemudian dilanjutkan dengan bahasan mengenai data lainnya.

DD:
The Fed is not literally printing new money to lend to Wall Street banks. What it IS doing is trading its stock of healthy (if you can call them that) U.S. Treasury bonds, bills, and notes for illiquid, not healthy at all, mortgage backed bonds. Fed-followers argue the Fed can actually make money on this deal by demanding a large discount on the collateral and charging borrowers a hefty fee for the temporary asset exchange.

The Fed’s current collateral-laundering policy is clearly inflationary. While not directly increasing the liabilities of the U.S. government (yet) the Fed only has about $700 billion in Treasury’s it can lend out for 28-days at a time (or longer, if it sees fit.) The promise to lend up to US$200 billion as of March 27 eats into this US$700 billion. And that leads us to what comes next.

Komentar IS:
Perhatikan kalimat yang ditebalkan. Kedua pernyataan itu saling bertentangan. Kalau the Fed tidak menciptakan uang baru maka tidak ada inflasi (Definisi inflasi adalah pertambahan jumlah uang yang beredar). Yang dilakukan oleh the Fed hanyalah memberikan liquiditas dalam arti meminjamkan US treasury bond, bill dan note yang lebih liquid dengan jaminan bond-bond yang diduga beracun sehingga tidak ada yang mau menerima (tidak liquid). Jelas the Fed collateral-laundering policy bukan bersifat inflationary.

Apa-apa yang dilakukan oleh the Fed akhir-akhir ini adalah untuk meningkatkan liquiditas seperti menurunkan discount rate untuk pinjaman langsung kepada bank-bank komersial dari 3.5% menjadi 3.25%. Jangka waktu peminjaman diperpanjang dari 30 hari menjadi 90 hari. Kemudian menurunkan bunga pijaman jangka pendek menjadi 2.25%.

DD:
The Fed will almost surely lower short-term rates again this week from 3% to something like 2.5% or even 2.25%. Keep in mind this puts real U.S. interest rates below the rate of inflation. Negative real rates are obviously inflationary.

Komentar IS:
Dan Denning membuat kerancuan antara kenaikan Consumer Price sebagai inflasi. Inflasi adalah pertambahan jumlah kredit/uang yang beredar. Harga naik bisa karena bermacam-macam sesuai dengan mekanisme pasar. Ulah spekulan dengan memanipulasi permintaan bisa membuat harga naik. Lagi pula, pada periode awal dar resesi deflationary, sisa-sisa simptom inflasi dari periode sebelumnya bisa masih tertinggal.

DD:
But here’s the other thing. If the current liquidity crisis spreads beyond Bear Stearns, the Fed will be compelled to make all of its US$700 billion in Treasury assets exchangeable to distressed firms. It has said as much in accepting a “broad range of collateral” it is willing to accept in exchange for short-term funds. Once the Fed depletes or exhausts its inventory of Treasuries it can swap for illiquid assets, what does it do?

Komentar IS:
Kalau sudah kehabisan Treasury nya yang berjumlah $700 milyar, maka the Fed menjadi tidak liquid. Yang lebih parahnya lagi kalau Bear Stearns dan Primary Dealer lainnya mengalami kebangkrutan dan gagal menebus agunan busuknya, the Fed harus menelan collateral yang busuk itu.

DD:
It has to go out and buy more Treasuries on the open market. And to do that it WILL need to create new cash, which is definitely inflationary. The Fed hasn’t yet monetized bad mortgage debt by creating new cash to buy it from banks. Instead, it’s trading good debt for bad debt.

We reckon – the way this thing is playing out – that the Fed is going to have print more money soon. It will either print more money to buy more Treasuries to lend to illiquid, poorly capitalized financial institutions (Fannie Mae and Freddie Mac come to mind).


Komentar IS:
Disini the Fed harus bersaing dengan investor lain untuk memperoleh Treasury. Pada saat ini short term Treasury sudah naik dan Yieldnya sudah di bawah CPI akibat permintaan yang meningkat. Bahkan

Oleh sebab itu dipelukan peran pemerintah US yang mengeluarkan Treasury dan sovereign debt yang baru. Harus ada kerja sama antara pemerintah US dan the Fed untuk mencetak uang baru. Ini akan memakan waktu karena menjangkut prosudur pembuatan rencana belanja/budget negara. Untuk pemerintahan Bush, jumlah treasury yang akan dikeluarkan sudah pasti sebesar yang tertuang di rencana pendapatan dan belanja negara. Pemerintahan berikutnya belum tentu mau melakukan rencana fiskal dengan defisit. Apa lagi kalau US keluar dari Iraq. Andaikata pemerintah US menerapkan disiplin fiskal, tidak banyak bisa diharapkan the Fed mempunyai tambahan asset-asset yang liquid.
Catatan: Yield 3 month US TB sudah berada di 0.6%. Bukankah sudah mirip dengan suku bunga di Jepang? Untuk 6 mo US T note hanya sedikit di atas 1%. Gejala awal deflasi pada stadium inkubasi.Bukan tidak mungkin long term treasury akan menyusul 3 mo TB. Kalau yield long term treasury sudah menyusul artinya penyakit deflasi sudah menghinggapi US.

Sumber: Bloomberg

DD:
Or, if things really get desperate, the Fed will have to create new cash to directly purchase impaired assets from financial institutions. This is why it’s called “monetizing debt” by the way. The central banks turn liabilities into cash by printing new money to buy the debt from its current owners.

Komentar IS:
Ini baru mendekati inflationary kalau kredit swap dilakukan 1:1 artinya $1 kredit busuk ditukar dengan $1 uang. Pada TSLF (Term Securities Lending Facility), jaminan yang diminta the Fed secara nominal lebih tinggi. Artinya jaminan untuk $1 treasury secara nominal lebih besar dari $1 bond sakit. Berapa pastinya, itu tergantung pada taksiran the Fed. Artinya lagi kredit busuk secara riil sudah mengalami implosion (pengkerutan). Itulah deflasi. Pengkerutan kredit. (Saya tidak membahas mengenai solvency, jelas perusahaan mengalami penciutan nilai riil asset).

DD:
This kind of deal bails out the owners of the bad debt (the investment banks and mortgage lenders). It keeps the financial system alive. It prevents the further sale of assets and the loss of depositor’s money. And it prevents a complete collapse of confidence in the financial sector, as happened in the Great Depression. But it does it all at a great cost: the viability of the U.S. dollar as the world’s reserve currency.

Komentar IS:
Secara nominal akan membantu pemegang kredit, menyelamatkan apa yang tersisa. Itu kalau the Fed mampu. Kalau the Fed mampu, mungkin tidak bisa menyelamatkan dari kebangkrutan atau krisis kepercayaan terhadap sistem finansial US. Saya mempertanyakan kemampuan the Fed menyelamatkan sektor finansial di US.

Misalnya the Fed melakukan “bail out” dengan membeli kredit busuk dari bank-bank sakit, apakah the Fed menilai $1 bond sakit untuk $1 kredit (uang) sehat? Kemungkinan the Fed melakukan internal valuation terhadap agunan yang diterimanya. Kalau mau menilai agunan berdasarkan “harga pasar”. Pertanyaannya: “Harga pasar yang mana?” Karena pasar untuk surat hutang seperti ini sudah menjadi sangat tidak liquid. Surat-surat hutang seperti ini bisa jatuh dan dihargai hanya 20% dari nilai nominalnya. Lihat Monitoring Krisis Moneter XI: Resesi dan Pasar Bond yang Beku. Kalau ini yang terjadi monetesasi hutang nya adalah deflasi karena hanya $1 hutang/kredit menjadi $0.20 cash.

Pertanyaan saya bahwa apakah the Fed mampu menyelamatkan sektor finansial US ada alasannya. Misalnya di sektor CDS yang jumlahnya $45 triliun, andaikata terhempas 15% saja, maka the Fed akan tenggelam bersama yang ditolongnya. Dan peluangnya sangat besar. Sektor finansial US saat ini menggunakan leverage yang besar. Ada data yang saya ambil dari Jesse Cafe Americain - Smoking Gun. Coba lihat JP Morgan yang menolong Bear Stearns dari gagal bayar dan kebangkrutan minggu lalu. JP Morgan punya leverage 74:1 untuk $7.7 triliun kredit derivative yang dipegangnya. Pertama JP Morgan berpeluang (besar) untuk gagal dan yang kedua apakah the Fed mampu menolongnya. Istilahnya bukan lagi “too big to fail” tetapi “too big to bail”.



(Klik gambar untuk memperbesar)

Saya setuju dengan Dan Denning bahwa akhirnya the Fed akan kehabisan peluru untuk menyelamatkan bank-bank, institusi keuangan (bank bayangan istilahnya), menyehatkan sistem perbankan, menolong orang Amerika membayar hutangnya, apa lagi untuk menyelamatkan ekonomi, menstimulir konsumsi. The Fed tidak bisa lagi menstimulir konsumsi. Ini keraguan Dan Denning yang diungkapkan dengan pertanyaan (dan saya setuju):

Here’s the question though, how does any of these help Americans pay their mortgage? Does it? Making inter-bank credit cheaper isn’t even encouraging banks to lend to one another. The Fed has had to step in and become a direct lender to prime brokers.


MONEY SUPPLY M3 DALAM PERTANYAAN
Ada beberapa analis yang memberikan data M3 bayangan di US yaitu Bart (Now and Future) dan John Williams (Government Shadow Statistics) mengeluarkan data M3 tersebut (catatan: data M3 tidak lagi diterbitkan oleh the Fed sejak Maret 2007). Data yang mereka keluarkan sampai sekarang masih menunjukkan arah yang meningkat (lihat Chart). Dan ini sangat mengganggu pikiran saya karena beberapa waktu lalu banyak pemutihan kredit subprime. Karena kredit merupakan bagian dari M3, maka M3 seharusnya turun. Pada bagian ini kita akan mengkritisi beberapa analis ekonomi yang menerbitkan data M3 bayangan itu. Tetapi sebelumnya kita lihat definisi uang/kredit.

Sumber dari Government Shadow Statistics
(Klik gambar untuk memperbesar)

Berdasarkan Wikipedia:
M0: Physical currency. A measure of the money supply which combines any liquid or cash assets held within a central bank and the amount of physical currency circulating in the economy. M0 (M-zero) is the most liquid measure of the money supply. It only includes cash or assets that could quickly be converted into currency. This measure is known as narrow money because it is the smallest measure of the money supply.

M1: M0 + demand deposits, which are checking accounts. This is used as a measurement for economists trying to quantify the amount of money in circulation. The M1 is a very liquid measure of the money supply, as it contains cash and assets that can quickly be converted to currency.

M2: M1 + all time-related deposits, savings deposits, and non-institutional money-market funds. M2 is a broader classification of money than M1. Economists use M2 when looking to quantify the amount of money in circulation and trying to explain different economic monetary conditions. A key economic indicator used to forecast inflation.

M3: M2 + all large time deposits, institutional money-market funds, short-term repurchase agreements, along with other larger liquid assets. The broadest measure of money; it is used by economists to estimate the entire supply of money within an economy.

Ada satu pertanyaan yang mangganjal saya, yaitu: apakah komponen kredit/bond (institutional money-market funds, short-term repurchase agreements, along with other larger liquid assets) dalam M3 dinilai berdasarkan harga pasar (mark to market)? Tentunya tidak. Andaikata sudah liquid lagi, maka harus dikeluarkan dari M3. Tidak mungkin bisa menilai semua surat-surat hutang yang beredar secara mark to market atau memantau semua komponen kredit yang telah menguap dan menjadi tidak liquid. Saya tidak yakin bahwa M3 secara riil meningkat. Karena kurs tukar antara bond dan cash tidak sama dengan 1:1. Bank-bank atau hedge fund seperti Citigroup, Bear Stearns yang baru saja memutihkan kredit busuknya, atau Carlyle yang terkena margin call dan gagal bayar tentu saja membuat supply kredit turun, menguap banyak. Saya tidak melihat hal ini tercerminkan di data M3 yang ditunjukkan oleh kedua situs ini. M3 dcatat dan didata berdasarkan face value nya bukan real value atau mark to market value nya.


CATATAN AKHIR
Pada saat ini the Fed dan bank-bank sentral dunia panik untuk mencegah terjadinya krisis. Sudah ada 3 sarana baru yang dibuka the Fed untuk mencairkan kebekuan kredit:

TAF (Term Auction Facility)
TSLF (Term Securities Lending Facility)
PDCF (Primary Dealer Credit Facility)

Disamping itu suku bunga pinjaman jangka pendek the Fed sudah 2.25%. Maksud saya tinggal 2.25%. Itulah amunisi the Fed yang tersisa. Krisis masih mengancam. Saya tidak melihat bagaimana usaha-usaha the Fed bisa mempengaruhi pola konsumsi orang yang sudah banyak hutang, tidak punya tabungan (dan menjelang pensiun – baby boomer). Akhirnya apa yang terjadi di Jepang akan terjadi di US, deflasi bukan inflasi. Gejala awal sudah nampak; yield 3 mo US T bond sudah hanya 0.6% saja. Yang lain masih menunggu. Mimpi buruk Ben Bernanke sangat berpeluang terjadi.
Jepang punya ekonom yang sama dengan US. Belajar ilmu yang sama dan membaca buku-buku yang sama. Jadi apa yang membuat the Fed dan central bankers di US berbeda dengan di Jepang?

Di Indonesia, DPR sedang ribut mengenai pemilihan ketua Gubernur BI. Dari pada repot-repot, bubarkan BI saja. Hapuskan uang rupiah dan gantikan dengan emas dan perak. Tentu saja tidak mau. Siapa yang mau menyogok anggota DPR kalau BI dibubarkan? Bagaimana bisa melakukan defisit APBN kalau tidak ada BI? Lupakan negara, yang penting kita bisa menyelamatkan diri masing-masing.

Kalau sudah bisa menyimpulkan bahwa krisis kali ini adalah deflationary sifatnya, artinya pengkerutan kredit. Bagaimana kita mengkiatinya? Itu yang terpenting.

Dalam krisis deflationary cash is king. Cash disini sering diperlebar ke Treasury bond, bill note dan bond; atau kredit secara umum. Kredit is the king, begitu tepatnya. Betulkah demikian?

Kita sudah melihat beberapa jenis kredit menjadi busuk (mengkerut). Bahkan bond yang disponsori pemerintah seperti muni-bond mengalami degradasi. Pada saat ini US treasury dianggap masih aman. Tetapi entah sampai kapan. Surat Utang Negara (SUN) atau treasury bond versi Indonesia, akan sama saja.

Uang yang disimpan di bankpun hanya aman sampai yang dijamin pemerintah. Di Indonesia hanya sampai Rp 100 juta untuk 1 rekening. Di US (mungkin) $ 100 ribu. Selebihnya beresiko hilang jika bank nya bankrut. Uang tunai mungkin lebih aman, tetapi nilai relatifnya bisa turun. Seperti Yen Jepang dan Frank Swiss, sekarang naik terhadap hampir semua mata uang. Rupiah perlahan-lahan tergerus, bahkan terhadap US dollar yang sedang sakit. Emas-uang sejati nampak berjaya dalam krisis deflasi, karena emas bukan liability atas siapapun. Harganya akan naik terhadap apapun pada saat krisis deflasi.

Krisis deflationary akan sangat buruk bagi semua asset yang liquid dan beresiko. Awalnya saya pikir bahwa saham-saham emas akan berjaya. Ternyata setelah saya amati saham seperti Gold Field (GFI) atau Gammon Lake (GRS) mengalami trend menurun. Indeks HUI pun agak tertinggal dari emas dan perak. Kemungkinan besar saham-saham semacam ini dipersepsikan beresiko. Resiko dinasionalisasikan atau lainnya. Disamping itu, investor juga akan menjual asset-asset yang liquidnya (dan beresiko) untuk membayar kewajibannya. Jadi secara umum saham akan mengalami tekanan. Saya pikir dalam krisis ini yang terbaik disamping cash (emas), adalah punya posisi short.

Sudah punya emas, Yen dan posisi short? Emas sedamg turun, kesempatan beli.

Jakarta 22 Maret 2008

Sunday, March 16, 2008

TRADING ALERT: POTENSI SHORT SQUEEZE BULAN MARET 2008

Ada tiga (3) faktor yang memperbesar peluang short squeeze pada minggu III Maret 2008, yaitu:
  1. Pasar sudah oversold (Chart-1)
  2. Pada FOMC meeting nanti the Fed akan menurunkan suku bunganya 50 – 75 basis point dan akan menimbulkan semangat bullish baru. Saya tidak percaya bahwa penurunan suku bunga the Fed ke 2.5% atau 2.25% bisa mencegah resesi dan krisis moneter. Saat ini pasar mengharapkan cut rate 50-75 basis point (Chart-2) dan the Fed akan mengabukannya atau mungkin dengan tambahan bonus menjadi 100 basis point.
  3. Tanggal 20/21 Maret 2008 adalah expiry date dari option. Posisi short saat ini sudah sangat banyak. Short covering dan short squeeze sangat berpotensi terjadi.


Chart 1 (Klik untuk memperbesar)

Peta trading S & P 500 menunjukkan masih memerlukan 15 – 35 poin lagi untuk memasuki daerah BUY (daerah oversold) (Chart-3). Hal ini sejalan dengan resistance S&P 500 di 1125 - 1250 (Chart-1). Oleh sebab itu hati-hati kalau punya posisi short.



Chart 2 (Klik untuk memperbesar)



Chart 3 (Klik untuk memperbesar)

Happy Trading.......(16 Maret 2008)

Friday, March 14, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI XXVI

(Minggu III Maret 2008)


BAHAN KOMODITI PERTAMBANGAN MENGHADAPI TANTANGAN


Beberapa waktu lalu saya diminta seorang teman untuk mengisi majalah Tambang untuk edisi Februari 2008. Untuk minggu ini Monitoring Krisis Ekonomi kita ambilkan dari artikel di majalah Tambang tersebut. Beberapa datanya sudah agak kedaluwarsa, tetapi trendnya masih berlaku.

Krisis menghadang ekonomi dunia. Dimulai dari US dan menjalar ke seluruh dunia. Perdebatan sejak 3 tahun lalu mengenai jenis krisis kali ini, apakah deflasi atau inflasi (termasuk stagflasi, atau ekonomi yang stagnan disertai inflasi tinggi. Jika resesi yang terjadi bersifat inflationary, termasuk stagflasi, maka harga bahan komoditi pertambangan akan naik. Tetapi jika yang terjadi adalah depressi yang bersifat deflationary maka harga bahan komoditi akan turun. Saya termasuk dalam kubu deflasi yang sedikit penganutnya. Walaupun sampai saat ini yang terlihat adalah naiknya harga barang, inflasi yang menggila. Tetapi fenomena ini adalah akhir dari suatu periode menjelang depressi yang sifatnya deflationary. Elemen-elemen yang menyebabkan krisis depressi tahun 1930an, sekarang dimiliki oleh kondisi ekonomi saat ini yaitu ekspansi kredit (yang menimbulkan gejala inflasi) dan di dalamnya banyak terjadi spekulasi yang menggunakan kredit untuk meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi maya. Jangan heran kalau harga barang, rumah, properti, pangan dan lainnya naik semua. Inflasi (ekspansi) kredit menyebabkan inflasi harga.

Untuk ekspansi kredit yang berlebihan, pada kasus 1930, kredit hampir mencapai 3x GDP US dan saat ini hampir 400% dari GDP. US adalah konsumen 30% barang yang diproduksi dunia, dan mengkonsumsi barang yang terutama di produksi Cina dengan hutang yang per tahunnya mencapai US$800 milyar (defisit perdagangan US). India juga kecipratan dalam industri outsource. Kapasitas industri di Cina meningkat. Tetapi kapasitas ini adalah kapasitas untuk memenuhi kebutuhan orang yang membeli dengan hutang dan tidak bisa langgeng. Tidak hanya industri, sarana penunjangnya, seperti listrik yang tumbuh 100 ribu megawatt per tahun (bandingkan dengan kapasitas terpasang Indonesia yang hanya 25 ribu megawatt), juga didesign untuk memenuhi kebutuhan konsumen penghutang. Permintaan konsumen penghutang ini menjadi stimulan ekonomi dunia. Orang Cina dapat kerja dan bisnis. Mereka juga kemudian menjadi konsumen. Juga India, Brasil, Russia, Indonesia dan negara-negara pemasok bahan baku lainnya. Terjadilah hingar bingar ekonomi yang dipicu dan dimotori oleh konsumen penghutang. Pasokan bahan baku seperti logam dasar: tembaga, aluminium, nikel, timah, timbal, seng, baja, minyak dan batu bara, juga dilatar belakangi oleh dasar ekonomi konsumen penghutang.

Sampai tahun lalu, masyarakat US masih berani berhutang karena harga rumah dan properti yang mereka dijadikan agunan naik harganya (cara ini disebut home equity extraction). Ketika harga properti agunan mereka turun dan mereka memiliki asset negatif. Dan ini akan mempengaruhi pola konsumsi mereka. Selanjutnya, pabrik-pabrik dan buruh-buruh di Cina yang memasok barang ke US juga terkena dampaknya. Hal ini akan menjalar kemana-mana, sampai akhirnya ke kebutuhan bahan komoditi dasar.


Kondisi saat ini tidak sama dengan semua krisis ekonomi setelah perang dunia II. Tidak sama juga dengan krisis ekonomi tahun 70an dimana inflasi tinggi. Perbedaan antara saat ini dan tahun 70an adalah bahwa dulu sebagai konsumen terbesar dunia, US masih menjadi negara kreditur dan tabungan rakyat US (dan dunia) cukup tinggi. Sedangkan saat ini US adalah negara penghutang terbesar di dunia dan rakyatnya tidak mempunyai tabungan lagi. Dengan kata lain, konsumsi harus melambat. Cina, India, Jepang dan negara-negara lain belum bisa mengimbangi pelambatan konsumsi di US. Bahkan mereka juga ikut melambat karena mood resesi.

Kita lihat buktinya. Ketika kasus kredit subprime merebak di US pada pertengahan tahun 2007 lalu, harga properti di US turun kemudian menjadi pemicu menurunnya pola konsumsi di US. Harga-harga logam dasar ikut menurun (Grafik-1).



Grafik - 1 Harga logam dasar cenderung turun setelah merebaknya kasus kredit subprime di US. (Klik Grafik untuk memperbesar)


Harga nikel sudah terjun bebas mulai dari bulan Mei 2007. Saat ini harganya hanya 50% dari harga tertinggi yang dicapai pada bulan Mei 2008 (lihat Grafik–2). Tidak hanya harga, tetapi stok cadangan nikel juga sudah melampaui level ketika resesi di US tahun 2002-2003 (lihat (Grafik-3). Hal ini akan ikut menekan harga nantinya.

Tidak hanya nikel sebagai bahan yang banyak digunakan sebagai stainless steel, aluminium juga terpukul. Sejak setahun harga aluminium sudah cenderung menurun (Grafik-4). Walaupun tidak sedrastis nikel, tetap saja 25% penurunan harga boleh dianggap banyak. Demikian juga stoknya yang semakin menumpuk (Grafik-5). Meningkatnya stok aluminium bisa diterjemahkan sebagai gejala bahwa pemakaian aluminium lebih sedikit dari pasokan. Apakah itu pemakain untuk barang modal dan barang konsumsi yang menurun atau pasokaan aluminium yang berlebih. Terlepas dari apa yang sebenarnya terjadi, yang pasti ada ketidak-seimbangan antara pasokan dan pemakaian.



Grafik - 2 Harga nikel anjlok 50% dari puncaknya sejak Mei 2007. (Klik Grafik untuk memperbesar)




Grafik - 3 Stok persediaan nikel melonjak melebihi level di masa resesi 2002. . (Klik Grafik untuk memperbesar)

Seng juga mengalami hal yang sama, yaitu harga turun dan stok cadangan meningkat (Grafik – 6 dan 7). Tanpa perlu melihat harga dan stok baja, seng bisa dijadikan indikator untuk baja, karena penggunaan seng adalah sebagai bahan anti karat dalam pembuatan galvanized steel. Galvanized steel yang banyak digunakan untuk kendaraan bermotor, perabotan dapur dan rumah tangga serta rumah, nampaknya menurun.



Grafik - 4 Harga aluminum juga ikut menurun seiring dengan merebaknya kasus kredit subprime bulan Mei 2007 lalu. (Klik Grafik untuk memperbesar)


Grafik - 5 Stok cadangan aluminium sudah mulai meningkat sejak akhir tahun 2005 lalu. . (Klik Grafik untuk memperbesar)


Grafik - 6 Harga seng sudah turun 50% dari harga di akhir tahun 2006. (Klik Grafik untuk memperbesar)


Grafik - 7 Konsumsi dan penggunaan seng mulai melemah. (Klik Grafik untuk memperbesar)

Boleh dikata semua harga logam dasar kecuali tembaga sudah turun cukup drastis dan diperparah dengan stok pasokannya yang meningkat. Dan ini bisa diekstrapolasi 2-4 tahun kedepan. US sebagai konsumer 30% barang yang diproduksi dunia mengalami transformasi menjadi masyarakat yang menua yang tenggelam dalam hutang. Demikian pemerintahnya, juga ternggelam dalam hutang membuat semakin sulit menggerakkan ekonomi US melalui projek-projek pemerintah. Perlambatan di US akan menjalar negara-negara eksportir pemasok barang dan jasa ke US seperti Cina. Sektor manufakturing termasuk buruh dan ekonomi yang terkait akan terpukul dan mengurangi konsumsi. Kemudian krisis menjalar ke bahan bakunya, yaitu bahan-bahan tambang.

Nampaknya akan kontroversial kalau saya mengatakan bahwa harga minyak juga akan jatuh seperti harga logam dasar. Tetapi itulah yang saya ramalkan akan terjadi dalam kurun waktu 2-4 tahun mendatang. Grafik – 8 yang saya ambilkan dari Agora Financial menunjukkan harga minyak (dikoreksi terhadap inflasi) sudah mencapai titik tertinggi yang pernah dicapai pada krisis minyak tahun 70an. Kalau tahun 70an, ekonomi dunia tidak tahan menghadapi pukulan dengan kekuatan yang sama dari sektor minyak, apa yang menyebabkan sekarang bisa? Apa karena sekarang ada biodiesel dan alkohol sebagai pengganti bensin dan diesel? Lihat saja akibat pengalihan bahan pangan ke bakan bakar membuat harga bahan pangan naik. Ke(tidak)bijakan pemerintah-pemerintah di dunia memberi subsidi BBM dari pangan membuat ekonomi terdistorsi. Harga bahan pangan: minyak goreng, jagung, gandum, naik semua. Pengalihan pangan menjadi BBM tidak effisien, karena tamanan memerlukan pupuk, dimana untuk membuatnya memerlukan energi/BBM.



Grafik - 8 Harga minyak (dikoreksi terhadap inflasi), Sudah mencapai puncak? . (Klik Grafik untuk memperbesar)

Hal yang sama kalau saya katakan bahwa batubara akan mengalami koreksi hebat. Gila? Kalau kita lihat grafik harga batu bata (Grafik-9), batu bara sudah naik secara parabolic. Jadi tinggal menunggu jatuhnya saja. Dan jatuhnya akan parah. Saya akan melepas semua saham batu bara saat ini. Short baby..., short.


Grafik-9 Batubara sudah parabolic run. Tinggal jatuhnya saja. Bisa sampai $70.


Di hadapan kita menghadang monster resesi deflasionari seperti yang melanda Jepang dari awal tahun 90 sampai sekarang. Kali ini mengancam US dan dunia. Sebagai akhir, saya akan mensitir pernyataan ekonom klasik yang terkenal Ludwig von Mises:

“There is no means of avoiding the final collapse of a boom brought about by credit (debt) expansion. The alternative is only whether the crisis should come sooner as the result of a voluntary abandonment of further credit (debt) expansion, or later as a final and total catastrophe of the currency system involved.”

Saya meragukan Ben Bernanke serta bank-bank sentral US dan dunia tidaklah omnipotant, tidak akan bisa menahan resesi deflasionari kali ini. Kredit akan mengkerut dan harga akan turun. Kenyataainya bahwa bank sentral Jepang menurunkan suku bunganya sampai mendekati 0% dan tidak mampu menstimulir resesi deflasionari yang melanda Jepang sejak tahun 1990, lantas apa yang membuat the Fed mampu? Seperti masyarakat Jepang, demografi masyarakat US adalah masyarakat yang menua. Sejak tahun kemarin, baby boomer (orang yang lahir setelah perang dunia II) yang menjadi komponen yang besar dalam demografi US mulai memasuki masa pernsiun. Pensiunan umumnya mengurangi konsumsinya, harus berhemat. Apalagi kalau tabungannya tipis dan tunjangan dari pemerintah (US) semakin menciut. Itulah yang menyebabkan ekspansi kredit di US untuk menstimulir konsumsi dan ekonomi akan gagal.

Untuk menggantikan posisi konsumer US, perlu waktu. Apakah kelas menengah di Cina, India, Russia dan Brazil siap menggantikan posisi konsumer US. Saya meragukan. Ujung-ujungnya, perlu adanya koreksi terhadap misallokasi kapital dan kredit untuk meluruskan kembali struktur ekonomi pasar, yaitu melalui resesi, bahkan mungkin depresi ekonomi global. Ini bukan suatu mimpi yang indah.

Kalau anda masih berpendapat bahwa kasus Jepang tidak akan terjadi di US, coba renungkan: Pengendali bank sentral di Jepang sekolah dan membaca buku yang sama dengan Ben Bernanke. Mereka juga belajar tentang Depressi 1930. Mereka juga punya alat yang sama dengan Ben Bernake, yaitu operasi pasar dan suku bunga. Kenapa Ben bisa lebih sakti dari petinggi bank sentral Jepang? Renungkanlah.

Catatan Akhir (Tambahan dari Artikel Orisinal)
Pukulan terhadap bahan komoditi tambang belum maksimal. Cina masih menyelenggarakan Olimpiade Beijing musim panas di pertengahan tahun ini. Konsumsi dan pertumbuhan ekonomi Cina masih tinggi. Secara statistik ekonomi suatu negara penyelenggara Olimpiade akan melambat 8 – 16 bulan setelah pesta olah raga itu selesai. Hotel-hotel mulai kosong, penjual souvenir sepi pembeli, turis berkurang. Jadi saya harapkan pukulan ekonomi dari Cina akan mulai terasa pada pertengahan 2009. Lengkap sudah prahara ekonomi dunia.

Pada saatnya saya akan melakukan short terhadap saham-saham pertambangan. Saat ini yang nampak lezat adalah China Aluminium (ACH). Kondisi keuangannya buruk dan sentimen pasar Cina buruk. Kombinasi yang bagus untuk put option expiry date Januari 2009.

Semoga anda menikmati tulisan ini.

Saturday, March 8, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI - XXV

(Maret Minggu ke II, 2008)
MARKET UPDATE: SELL IN MARCH AND STAY RICH

Topik Kali Ini:
TREND UMUM JANGKA MENENGAH PASAR MODAL
VOLATILITY MEMBENTUR SUPPORT
FUNDAMENTAL UNTUK KOREKSI JANGKA MENENGAH
SEKTOR EMAS


TREND UMUM JANGKA MENENGAH PASAR MODAL
Market Update di situs Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI) agak terlambat. Tidak banyak yang berubah dari skenario minggu sebelumnya. Skenario minggu sebelumnya adalah market akan mengetest supportnya (Chart-1) dan tembus. Hal ini terbukti (Chart-2). Selanjutnya, trend ini masih akan berlangsung dan kalau dilihat dari potensinya, support January-Low pun akan tembus. Kalau biasanya orang mengatakan “sell in May and go away”, untuk tahun ini mungkin harus diganti “sell in March and stay rich”. Siklus 3 bulanan – peak-to-peak atau trough-to-trough nampak jelas sejak bulan July 2007. Dan diharapkan siklus ini masih berlaku, sehingga 1.5-2 bulan ke depan market akan terus bearish. Kemudian technical rebound akan terjadi lagi.

Peta trading (Chart-3) menunjukkan masih pada posisi Hold-Short. Jadi memperkuat kesimpulan skenario koreksi di bulan Maret-April.



Chart 1 (Klik Chart untuk memperbesar)



Berikut ini akan dijelaskan, kenapa skenario medium term bearish ini punya peluang terbesar. Saya juga melihat peluang ganda untuk mengambil untung di sektor option.




Chart 2 (Klik Chart untuk memperbesar)


Chart 3 (Klik Chart untuk memperbesar)


VOLATILITY MEMBENTUR SUPPORT
Kalau kita lihat Chart-4, indeks volatility VIX sudah membentur supportnya dan sedang berbalik arah. Artinya volatility akan meningkat dan saham secara umum akan mengalami koreksi (turun) selama bulan Maret-April. Kalau dilihat RSI nya, perjalannya masih jauh untuk mencapai level overbought. Oleh sebab itu VIX punya peluang untuk menembus resistancenya di 37.5. Andaikata pada koreksi Maret-April ini, resistance 37.5 tidak bisa tertembus, peluang untuk menembusnya semakin besar pada siklus berikutnya Konsekwensi koreksi Maret-April, indek saham (Dow) bisa menembus support January-Low nya lagi yang ada di sekitar 11600.

Jadi secara teknikal koreksi kali ini kekuatannya kurang lebih sama dengan koreksi di bulan Desember 2007 - Januari 2008.

Indeks VIX juga sudah menunjukkan adanya pola siklus bearish sejak tahun 2005. Panjangnya masa bearish ini antara 3-5 bulan jarak antara trough-to-trough (lembah ke lembah). Kebanyakan dan tiga siklus terakhir mempunyai periode 3 bulan. Jadi diharapkan koreksi akan terjadi mulai Maret ke April. Kemudian Mei/Juni berulang kembali setelah technical rebound selama 1 bulan.

Berspekulasi di option ada tiga (3) peluang keuntungan/kerugian. Karena harga option dikaitkan dengan perbedaan harga sahamnya dengan strike price, premi waktu dan premi volatilitas. Dengan membeli put option pada saat volatilitas di bawah (rendah), maka harga option akan cenderung naik dengan meningkatnya volatilitas. Dan pada saat ini volatilitas membentur supportnya. Artinya komponen premi volatilitas masih murah. Dengan membeli option put di saat ini berarti punya dua (2) sumber keuntungan, yaitu dari premium volatilitas dan juga dari spread antara harga sahamnya dan strike price.


Chart 4 (Klik Chart untuk memperbesar)


FUNDAMENTAL UNTUK KOREKSI JANGKA MENENGAH

Pada dasarnya ekonomi dunia saat ini sudah masuk masa resesi atau menuju resesi. Walaupun secara resmi belum diumumkan. Akan banyak berita-berita negatif mengenai ekonomi dan aktifitas perusahaan. Tadi malam (Jumat 7 Maret 2008), the Fed mengumumkan peningkatan penyediaan liquiditas sampai $100 milyar, tetapi pasar lebih suka merespon berita menurunnya tingkat kesempatan kerja January –February sebesar -450 atau 0.3% (LINK). Saya tidak terlalu takut melakukan shorting walaupun the Fed membuka bantuan liquiditas. Persoalan utamanya ialah: apakah liquiditas itu bisa tersalur atau tidak. Ada beberapa faktor yang menunjang pendapat bearish saat ini.

1. Liquiditas tidak bisa tersalur, walaupun the Fed dan bank-bank sentral lainnya yang bersifat swasta. Selama bank-bank sentral dipegang oleh swasta, menolong perusahaan, institusi keuangan atau bank yang ambruk harus dilupakan. The Fed dan bank-bank sentral (yang dipegang swasta) bukan yayasan sosial. Kita lihat beberapa institusi keuangan (bank dan hedge fund) yang babak belur beberapa minggu lalu:

Focus Capital collapse
Peloton Partners hedge fund
Carlyle Capital
Bank of Montreal
Thornburg Mortgage


Jadi walaupun bulan depan the Fed meurunkan suku bunganya sampai 2%, tidak ada pengaruhnya. Jika ada hanya bersifat sementara.

2. Sampai pertengahan 2008, ada 1.5 juta mortgage yang akan berpindah status dari teaser rate ke floating rate. Sayangnya walaupun the Fed menurunkan suku bunganya sampai 2%, suku bunga kredit perumahan masih bandel bertahan di atas. Jadi angka gagal bayar di sektor kredit perumahan akan meningkat terus. Pemutihan CDO subprime masih akan berlangsung terus.

3. Ranjau CDS $45 triliun punya peluang menghantui pasar. Kata ranjau mungkin lebih tepat dari pada bom waktu, karena yang diperlukan adalah sebuah pemicu. The Fed dan bank-bank sentral tidak akan mampu menjinakkan bom ini.

Saya pikir ke tiga faktor di atas sudah cukup untuk membuat bursa saham dunia menjadi bearish.


SEKTOR EMAS
Emas mengalami overbought untuk jangka pendek. Ini tercermin pada peta tradingnya (Chart-5) yang menunjukkan peluang naik:turun adalah 37:63. Strategy trading saat ini masih “menunggu parabolic run”. Parabolic run bisa mendepak harga emas ke posisi “aggressive sell”dengan peluang naik:turun menjadi 10:90 sampai 5:95. Saya masih menunggu event ini.



Chart 5 (Klik Chart untuk memperbesar)

Untuk saham-saham emas HUI, tengah berlangsung koreksi jangka pendek. Saya sendiri sudah meliquidasi sebagian saham emas untuk kemudian mengambil kembali jika koreksi selesai. Asalkan bisa cukup gesit, taktik ini bisa lebih menguntungkan dari pada buy and hold.

Beberapa hari lalu HUI memasuki wilayah “kurangi holding” pada peta trading (Chart-6). Saya akan menunggu sampai HUI masuk wilayah “accumulate” untuk mengambil saham-saham yang telah dilepas.



Chart 6 (Klik Chart untuk memperbesar)

Sekian dulu. Jaga investasi dan tabungan anda baik-baik. Sampai nanti......

Jakarta 8 Maret 2008.

Sunday, March 2, 2008

MONITORING KRISIS EKONOMI - XXIV

(Maret Minggu ke I, 2008)

BOM WAKTU $45 TRILIUN

Topik kali ini:
PEMERINTAHAN YANG BANGKRUT......
....DAN BOND/KREDIT BERACUN ($45 TRILIUN) MENJADI BOM WAKTU
RENUNGAN



Beberapa anggota KlubSaham.Com menanyakan kepada saya melalui email, kenapa saya tidak menulis sesuatu yang menghebohkan dan kontroversial. Permintaan atau pertanyaan ini saya cerna lebih lanjut. Kesimpulan saya bahwa penanya sudah waras dan berpikir lurus. Mereka tidak menganggap tulisan disini kontroversial, melainkan biasa-biasa saja. Ditengah-tengah masyarakat yang sedang gila demokrasi, sosialisme, full-government intervention, otomoni daerah, tetapi di blog Ekonomi Orang Waras dan Investasi (EOWI) semua itu dikritisi. Disini kita, orang waras menganut lazzie faire, anti monetary system, free market dan keadilan. Jadi kalau pembaca sudah merasa biasa dengan tulisan yang ada di EOWI, berarti anda sudah punya cara berpikir yang benar. Bukan ikut-ikutan masyarakat yang sedang gila.

Dalam 3 - 4 minggu ke depan kita coba menyinggung sedikit masalah pajak, hutang pemerintah, kebangkrutan negara dan belanja negara dan dihubungkan dengan potensi krisis mendatang.


PEMERINTAHAN YANG BANGKRUT......
Pernahkah anda melihat suatu negara yang bangkrut? Kalau anda berkata belum, maka saya ingatkan anda pada negara Uni Soviet. Uni Soviet mengalami kejayaan ekonomi pada dekade 50an dan secara perlahan-lahan mengalami kemunduran. Pertumbuhan National Income rata pada dekade 50an mencapai 11%. Pada dekade 60an turun menjadi 7% dan pada dekade 70an 4.5%. Bahkan pada akhir dekade 70, ekonomi Soviet mengalami kemandegan. Bersamaan dengan itu, Uni Soviet terjun langsung ke Afghanistan (1978 – 1988). Perang Afghanistan dibarengi dengan sistem sosialisme tidak memberi insentif bagi mereka yang rajin dan produktif, membuat . ekonomi Uni Soviet semakin buruk. Menjelang kehancurannya, banyak pegawai tidak bisa dibayar gajinya. Kontrol pemetintahan pusat semakin lemah dan akhirnya negara federasi Uni Soviet pecah berkeping-keping.

Pada saat Soviet pecah, mungkin belum banyak investor asing yang terkena dampaknya. Setelah Uni Soviet pecah, komponen terbesarnya, Russia juga mengalami krisis di akhir tahun 1988. Russia terpaksa menggagal bayarkan bond GKO (Bhs Russia: Gosudarstvennoe Kratkosrochnoe Obyazatelstvo) atau bond pemerintah jangka pendek yang mulai dikeluarkan oleh pemerintah Russia sejak Februari 1993. Pemerintah Russia selalu defisit. Oleh sebab itu hutang (dengan bunganya) akan dibanyar dengan hutang lagi. Gali lubang-tutup lubang. Dan semakin lama semakin besar lubangnya karena Russia tidak pernah bisa menghentikan defisitnya. (Mirip Indonesia dengan defisit dan SUN, ORI, dan entah apa lagi berikutnya bukan?). Kasihan yang pegang GKO dan surat obligasi pemerintah Russia, karena kemudian inflasi di Russia melonjak di sekitar 100%. Artinya nilai bond (kalau bisa dicairkan) dan nilai riil uang rubel terpangkas menjadi separonya. Tidak ada jaminan bahwa bond pemerintah itu aman.

Krisis Russia adalah sejarah. Sejarah bisa terulang karena manusia tidak bisa belajar dari pengalaman. Beberapa minggu lalu saya menjumpai berita mengenai hampir bangkrutnya sebuah kota bernama Vallejo di dekat San Fransisco, California. Melalui Google search saya dapatkan daftar berita mengenai bangkrutnya dan kemungkinan bangkrutnya kota di US (http://www.nbc11.com/news/15345539/detail.html). Untuk menggali data yang objektif apa yang menjadi penyebab kebankrutan ini, saya cari opini penduduk di sana (http://digg.com/world_news/City_Could_Be_First_To_Go_Bankrupt_In_California). Ini opininya:
“I am a resident of Vallejo, CA. It is forecast to be millions in the hole this year for two reasons. One the Sub Prime disaster has eviscerated its financial base and two it has let unfettered corruption and nepotism control its spending. While I do no specifically blame the fire fighters or police, since they are more a symptom than the cause, they are still among the highest paid in the entire nation while working in an average sized blue collar city.” (alricsca).

Setelah beberapa kali melakukan Google search, kesimpulan saya, ada tiga sebab utamanya. Pertama, tidak tersedianya dana benefit pegawai. Akibatnya banyak pegawai kota-praja memilih pensiun dini karena takut jika ditunda-tunda kota praja ini sudah bangkrut dan tidak bisa membayar uang pensiun. Dengan kata lain seperti bank yang di-rush.

Kedua, kekayaan kota praja diinvestasikan dan kebetulan banyak yang terkena subprime. Dan yang ke tiga, tidak ada yang berminat membeli Municipal bond yang dikeluarkan Vallejo, karena Vallejo mengalami defisit dalam hal budget yang kronis.

Adanya kota-praja yang bangkrut ini, menjawab kenapa lelang Muni-Bond yang berbentuk Auction-Rate Security tidak ada peminatnya, yang disinggung di Monitoring Krisis Ekonomi February Minggu ke III, 2008 (BERLAYAR DI ATAS SHORT SQUEEZE):

Berita di Financial Times ternyata terbukti. Berita di Bloomberg mengatakan bahwa UBS tidak mau mendanai Municipal Bond jika lelangnya tidak bisa menarik cukup investor. http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=20602007&sid=aTfAdljNImeo&refer=rates

“Feb. 14 (Bloomberg) -- UBS AG won't buy auction-rate securities that fail to attract enough bidders, joining a growing number of dealers stepping back from the $300 billion market, said a person with direct knowledge of the situation.”

“More than 129 auctions failed yesterday, Kritzmire said.”

Hikmah dari cerita di atas ialah, surat hutang pemerintah pun beresiko bila pemerintahannya punya sejarah defisit belanja yang kronis. Tidak pandang apakah itu AAA atau junk bond. Saat ini peringkat AAA tidak ada artinya lagi. S&P, Moody atau Fitch tidak bisa dipercaya lagi sejak S&P tetap memberikan rating AAA untuk MBIA. (Saya bertaruh bahwa S&P salah dan MBIA akan jebol, oleh sebab itu saya memasang put option).


....DAN BOND/KREDIT BERACUN ($45 TRILIUN) MENJADI BOM WAKTU
Dampak Subprime Mortgage sudah membuat pasar modal, pasar uang dan ekonomi US sempoyongan. Padahal besarnya pasar Subprime Mortgage Bond hanya $1.3 triliun. Awalnya diperkirakan resiko kerugiannya hanya $ 50 milyar, kemudian menjadi $ 200 dan terakhir perkiraan itu berubah menjadi $400 milyar. Inti yang mau saya kemukakan, para pakar dan Bernanke selalu optimistik. Minggu lalu saya mengatakan, bukan tidak mungkin mencapai $ 1 triliun, ternyata beberapa hari kemudian saya membaca bahwa bank of Swiztserland memperkirakan $600 milyar dan prof Nouriel Roubini dari New York University berpendapat $ 1 triliun. Masih ada mortgage busuk yang punya potensi yang sama dengan subprime yaitu Alt-A ($ 0.6 triliun) dan Jumbo ($ 0.9 triliun). Hutang hutang kredit perumahan yang busuk ini hanya 41% dari kredit perumahan yang ada sebesar $ 7.2 triliun.

Ukuran pasar hutang kredit perumahan yang $ 7.2 triliun, nampak kerdil jika dibandingkan ukuran pasar Credit Default Swap (CDS) yang besarnya mencapai $ 45 triliun dan berpotensi membusuk. Apa itu CDS? Dan bagaimana bisa menciptakan kebusukan?

CDS adalah suatu produk derivatif dari hutang, semacam asuransi. Objek yang dijaminkan adalah surat hutang dan kredit. Surat hutang dan kredit bisa diasuransikan dengan membayar sejumlah premium kepada pihak penanggung. Jika terjadi kerugian akibat gagal bayar atau masalah lain sehingga menimbulkan kerugian bagi pemegang kredit/surat hutang tersebut, pihak penanggung berkewajiban membayar sejumlah yang ditetapkan sebelumnya. Biasanya adalah kerugian akibat dari gagal bayar atau anjloknya harga surat hutang. Selama tidak ada gagal bayar pihak penanggung akan enak-enakan menerima uang premi. Dan sebelum merebaknya kasus subprime, (hampir) tidak ada. Yang adapun bisa diperkirakan sebelumnya. Oleh sebab itu model resiko yang dipakai bisa jadi agak ceroboh. Menurut The Bank for International Settlements selama 3 tahun terakhir, sejak tahun 2004, pasar derivatif berkembang dengan pesat dan mencapai lebih dari $ 500 triliun (http://www.bis.org/publ/otc_hy0711.pdf?noframes=1). Demikian juga CDS. Pada akhir bulan Juni 2007 CDS mencapai $ 43 triliun, naik pesat dari sebelumnya $ 29 triliun pada bulan Desember 2006 dan $ 13 triliun pada bulan Desember 2005.

Persoalannya ialah kalau institusi rating tidak beres. Misalnya kredit/bond non-investment grade diberi label AAA dan dijamin/ditanggung oleh institusi yang bukan AAA. Investor akan berpikir bahwa bond/kreditnya aman karena diasuransikan kepada asuransi dengan rating yang sama. Persoalan berikutnya ialah kontrak ini bisa dijual belikan atau dipindah tangankan ke pihak lain. Artinya kewajiban menanggung resiko kredit jika bermasalah bisa berpindah tangan ke penjamin lain. Demikian juga dengan kredit dan polisnya, bisa berpindah tangan. Sehingga baik pihak yang tertanggung atau penjamin, bisa saling tidak tahu. Bisa jadi pihak penjamin terakhir kemampuannya tidak cukup untuk menjamin resiko atas kewajibannya jika terjadi masalah terhadap bond/kredit yang diasuransikan (seperti macet, gagal bayar, jatuh harganya).

Mengingat besarnya pasar CDS yang $ 45 triliun itu, kalau saja ada 10% yang bermasalah, maka pukulan terhadap pasar modal, pasar uang dan ekonomi akan dahsyat. Peluangnya semakin lama semakin besar. Apa yang akan terjadi dengan bondnya kalau General Motor, Country Wide, Lennar, atau sebuah kota bangkrut? Apakah asuransi seperti MBIA atau Ambac bisa menanggung kerugian? Seberapa besar peluang bond yang gagal bayar bila ekonomi melemah? Anda bisa memperkirakan jawabannya. Kebetulan saya menemukan data berapa banyak surat hutang yang gagal bayar ketika terjadinya resesi. Chart berikut ini saya ambil dari Financial Sense (http://www.financialsense.com/Market/daily/friday.htm) yang diambil dari Contrarian Investor. Pada resesi tahun 90-91, selama 2 tahun ada 9% dan 10.5% bond yang mengalami gagal bayar. Dan pada tahun 2002-2003, masing-masing 8% dan 7.5%. Mengingat krisis saat ini akibat prilaku pemberian/ekspansi kredit yang lebih sembrono dibandingkan kasus 90-91 dan 2002-2003, asumsi 10% termasuk asumsi yang optimis, bullish. Peluangnya untuk lebih tinggi lagi masih besar.



Bank-bank besar yang beroperasi di US seperti JPMorgan, Citigroup, Bank of America, HSBC, mempunyai exposure yang cukup besar. List di bawah ini adalah sebagian contoh yang ada.

JPMorgan $7.778 triliun
Citigroup $3.037 triliun
B of America $1.575 triliun
HSBC $1.140 triliun
Wachovia $0.401 triliun

Bayangkan kalau asumsi 10% itu menjadi kenyataan JPMorgan harus kehilangan $ 780 milyar. Atau Citigroup akan kehilangan $ 300 milyar. Itu hanya untuk satu (1) tahun. Sedangkan sejarah menunjukkan ada periode dua (2) tahun selama siklus resesi yang mempunyai tingkat gagal bayar bond yang tinggi. Jadi 20% secara total untuk 2 tahun adalah asumsi yang lebih tepat. Angka ini membuat injeksi dana sebesar $ 7.5 milyar dari Dubai menjadi kerdil. Dalam dua (2) tahun mendatang, akankah Citigroup menjadi Shitty group? JPMorgan menjadi Junk-bond Poisened Morgan?


RENUNGAN
Saya tidak terlalu suka mengungkit-ungkit masa lalu. Apa yang terjadi saat ini telah saya katakan pada diskusi/debat dalam rangka ulang tahun Klub Saham.Com tahun 2003 lalu. Perikiraan saya waktu itu, resesi US mendatang dimulai pada pertengahan tahun 2007. Ramalan yang tidak terlalu buruk bagi seorang yang tidak diperhitungkan sebagai nara sumber. Dan seperti ramalan waktu itu, bahwa resesi kali ini mungkin jauh lebih parah dari tahun tahun sebelumnya. Bahkan mungkin lebih parah tahun 1930an, the great depression. Katakanlah tahun 2000-2003 ketika DotCom dan Enron Syndrome melanda, total market capitalization di Wall St, tidak lebih dari $10 triliun dan bond juga tidak dalam bilangan puluhan triliun. Sedang saat ini, CDS saja sudah mencapai $45 triliun, kredit perumahan $ 7.2 triliun. Pukulannya akan keras pada ekonomi global. Buktinya ekonomi Europa secara keseluruhan melambat dan ada kekuatiran terhadap resesi. (http://www.forbes.com/2008/01/04/eurozone-inflation-closer-econ-cx_po_ra_0104markets48.html). Dipihak lain gejala inflasi, kenaikan indeks harga bahan konsumsi meningkat. Dua hal ini membuat pemerintah dan bank sentral dunia mengalami kesulitan untuk mengendalikan ekonomi. Seperti tahun-tahun sebelumnya, jika US terserang masuk angin, dunia, termasuk Eropa, Jepang, Pasifik akan terserang flu.

Resesi global atau depresi global yang mulai menerjang kali ini akan lebih besar ukurannya. Oleh sebab itu tidak banyak tempat berlindung. Akan banyak gagal bayar, kebangkrutan, termasuk bank-bank, bahkan juga pemerintah. Bond pemerintah yang biasanya menjadi tempat berlindung yang aman bagi para investor dan penabung, saat ini mungkin tidak lagi. Seperti 10 Yr US Treasury bond, yieldnya hanya 3.6% dan ini lebih kecil dari CPI (Consumer Price Index) tahun 2007 yang besarnya 4.2%. Artinya bunga bond tidak bisa menutupi tergerusnya nilai uang. Itu kalau kita menggunakan CPI. Inflasi yang sesungguhnya lebih besar dari CPI. Ini akibat hutang dibayar dengan hutang lagi. Akibatnya hutang semakin membengkak karena selalu bertambah dengan adanya bunga. Hal ini bukan terjadi pada negara yang sudah ketahuan kere seperti Indonesia, tetapi juga US, calon banana republic dimasa depan. Nilai uang semakin merosot.

Di Indonesia sendiri semakin banyak orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam suatu acara tv, saya dengar jumlah ini sudah mencapai 45 juta jiwa. Itu hampir 20% dari penduduk Indonesia. Semakin tahun semakin bertambah. Walaupun pertumbuhan GDP di sekitar 6% selama beberapa tahun ini jumlah penduduk miskin terus bertambah. Tahun depan Indonesia akan melakukan pemilihan umum. Katanya biayanya bisa mencapai Rp 45 triliun. Di US, biayanya mencapai $ 1 triliun. Dari tahun ke tahun manusia melakukan hal yang sama. Membuang uang untuk memilih orang-orang yang diberi wewenang untuk membuang uang dan membuat sengsara. Saya sudah menetapkan hati saya untuk melawan kebiasaan omong kosong ini. Pilih kursi kosong. Stop kekonyolan mahal ini. Saya juga mengajak pembaca semua, juga keluarga anda, rekan-rekan anda. Pilih kursi kosong. Stop kekonyolan mahal ini. Lebih baik uang itu digunakan untuk memperbaiki/menambah jalan dan infra struktur supaya jalan menuju kemakmuran semakin mudah.

Pilih kursi kosong. Stop kekonyolan mahal ini!!!.

Saya berani bertaruh bahwa harga-harga akan naik, karena pemerintah perlu mencetak uang untuk pemilu yang akan datang. Sekian dulu, jaga baik-baik tabungan anda dan hasil jerih payah anda yang halal. Timbun bahan pangan, mungkin besok naik harganya. Beli emas, karena bisa menjaga nilai riil kekayaan anda.